15 Tahun Gempa Jogja 2006: Idham Samawi Merasa Tak Berdaya

Hilang harta tidak masalah, tidak boleh hilang harga diri

Bantul, IDN Times - ‎Sabtu Wage, 27 Mei 2006 merupakan hari yang tidak akan dilupakan oleh masyarakat Yogyakarta khususnya warga Bantul. Tepat 15 tahun yang lalu, bencana gempa bumi hebat melanda Bumi Projotamansari.

Gempa bumi yang berpusat di darat dan berlangsung hampir satu menit dengan kekuatan 5,9 SR tersebut telah menyebabkan ratusan ribu rumah warga rusak ringan hingga berat serta ribuan warga Bantul meninggal dunia.

Mantan Bupati Bantul, Idham Samawi, dan Wakil Bupati Bantul, Joko Purnomo, mengaku masih mengingat dengan jelas peristiwa yang sangat menyedihkan dan menimbulkan trauma bagi masyarakat Bantul tersebut.

Baca Juga: Peringatan 15 Tahun Gempa Bumi, 57 Detik Guncang Yogyakarta 

1. Saat gempa terjadi, Idham tengah memberi makan ayam di halaman belakang rumah dinas‎

15 Tahun Gempa Jogja 2006: Idham Samawi Merasa Tak BerdayaMantan Bupati Bantul HM Idham Samawi.IDN Times/Daruwaskita

Dalam acara Refleksi 15 Tahun Gempa Bantul yang berlangsung di Monumen Gempa Bumi Potrobayan, Kalurahan Srihardono, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul, Idham kembali bercerita bagaimana detik-detik gempa bumi melanda Bantul dan sekitarnya yang berlangsung menjelang pukul 06.00 WIB.

"Waktu itu saya sedang memberi makan ayam di belakang rumah Dinas Bupati, tiba-tiba daun pohon saling bergesakan dan semakin lama tanah mulai bergoyang dan semakin kencang. Saya mencoba ingin masuk rumah dinas karena ada cucu saya yang sedang tidur namun badan sempoyongan,"katanya, Kamis (27/5/2021).

Ketika sudah masuk dalam rumah dinas terlihat air dalam kolam sudah tumpah bahkan ikan juga terlempar dari kolam, sejumlah bagian bangunan rumah dinas juga retak-retak.

"Kalau rumah dinas saja retak-retak, bagaimana dengan rumah milik masyarakat, pasti akan lebih parah," ujarnya.

2. Keluar dari rumah dinas sudah melihat banyak warga yang membawa korban gempa menuju RSUD Bantul‎

15 Tahun Gempa Jogja 2006: Idham Samawi Merasa Tak BerdayaRumah Dinas Bupati Bantul. IDN Times/Daruwaskita

Beberapa saat kemudian Idham mengaku keluar dari rumah dinas dan melihat banyak warga yang membawa korban dengan kendaraan seadanya seperti gerobak menuju RSUD Bantul.

"Saya kemudian menyusul ke RSUD Bantul dan melihat banyak sekali warga saya yang luka-luka berat hanya digeletakkan begitu saja di parkiran rumah sakit karena semua tempat sudah penuh. Ruang jenazah juga sudah penuh," ungkapnya.

Kondisi itu membuat Idham merasa frustasi dan tidak bisa menjadi pemimpin karena tak bisa berbuat banyak. Ditambah gempa susulan ke dua yang juga cukup besar membuat panik pasien yang ada di dalam rumah sakit dan juga di tempat parkir.

"Saya terus minta kepada Allah, kalau memang Allah berkehendak saya saja yang meninggal dunia jangan rakyat saya. Saya tidak bisa berbuat banyak untuk menolong rakyat saya karena saya bukan dokter," ujar Idham dengan mata yang memerah menahan tangis.

3. Isu tsunami menambah kondisi masyarakat tak terkendali‎

15 Tahun Gempa Jogja 2006: Idham Samawi Merasa Tak BerdayaIDN Times

Idham melanjutkan, kondisi semakin tak terkendali ketika ada isu tsunami yang melanda kawasan selatan Bantul dan banyak warga yang meninggalkan rumah untuk mengungsi ke utara atau ke tempat yang dinilai aman. Tidak lagi berpikir harta benda dan hanya ingin menyelamatkan nyawanya.‎

"Ada yang mengikat jenazah keluarganya di pohon agar ketika air datang tidak hanya hanyut dan ketika tsunami berakhir masih bisa memakamkan keluarga," katanya.‎

Beberapa jam kemudian, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X juga langsung datang ke RSUD Bantul untuk melihat kondisi lapangan yang sebenarnya dan dengan beberapa pejabat di Bantul yang bisa berkumpul melakukan peninjauan lapangan hingga sampai ke Pundong.

"Sangat sedih ketika rumah rakyat banyak yang roboh dan masih ada keluarga yang mencari kerabatnya yang berada dalam runtuhan bangunan rumah,"ungkapnya.‎

Idham mengaku harus ada langkah cepat untuk menangani kondisi darurat sehingga langsung digelar rapat dengan DPRD untuk mengubah anggaran yang semuanya untuk penanganan gempa bumi (kondisi darurat). Termasuk mengundang rapat dengan lurah dan camat karena pada waktu itu ekonomi masyarakat nyaris berhenti, tidak ada lagi orang jualan di pasar, tidak ada lagi orang yang bertani, mengairi sawah dan memanen padi.

"Kita harus menggerakkan ekonomi masyarakat, karena saya mendengar semua masyarakat hanya menunggu bantuan. Jika dibiarkan akan menjadi fatal," ungkapnya.

Tidak mudah melalui kondisi darurat gempa, apalagi ada dari pejabat pemerintah pusat yang tidak percaya ada kematian yang mencapai ribuan karena tidak ada makam massal.

"Saya menemui pejabat tersebut dan saya meyakinkan data yang diberikan adalah kenyataan dan akhirnya pejabat tersebut akhirnya percaya," terangnya.

Yang menambah pusing, kata Idham, adalah adanya kepastian bantuan rumah roboh hanya dapat Rp 15 juta dan diberikan secara bertahap atau termin.‎

"Dengan uang Rp 15 juta itu sampai di mana untuk membangun rumah. Namun dengan semangat gotong royong uang senilai Rp 15 juta tetap bisa terbangun rumah yang telah dinilai oleh BPK RI nilai rumah tersebut diperkirakan mencapai Rp30 jutaan," ucapnya.

Gotong-royong dalam membangun rumah dan juga adanya relawan dari berbagai daerah di Magelang dan daerah lainnya yang ikut membantu mempercepat proses rekonstruksi sehingga dalam dua tahun hampir seluruh rumah yang roboh bisa dibangun kembali.  Menurutnya, hal ini catatan bahwa Bantul paling baik dalam penanganan gempa di Indonesia bahkan di dunia.

"Saya juga terus menanamkan Bantul Bangkit, kehilangan nyawa dan harta tidak seberapa asal tidak kehilangan harga diri. Jangan sampai ada warga Bantul yang mengemis karena bencana gempa bumi," ungkapnya.

4. Bangkit dari bencana gempa bumi, inspirasi bagi masyarakat Bantul untuk segera keluar dari pendemik‎

15 Tahun Gempa Jogja 2006: Idham Samawi Merasa Tak BerdayaWakil Bupati Bantul, Joko Purnomo. IDN Times/Daruwaskita

Sementara Wakil Bupati Bantul, Joko Purnomo yang saat gempa bumi 2006 menjabat sebagai Ketua DPRD Bantul mengaku turut mendampingi Idham Samawi.

"Bahkan Pak Idham juga mengatakan Ya Allah, kalau memang ini ditimpakan kepada Bantul jangan ditimpakan kepada rakyat saya, namun timpakan kepada saya Bupati Bantul," ungkapnya.

Namun di sisi lain ketika bencana tiba maka ada satu bahasan untuk memutuskan situasi tanggap darurat dan ada kesepakatan dengan DPRD Bantul menyetujui perubahan APBD 2006 yang semua anggaran belanja kegiatan untuk mayoritas anggota DPRD dan mayoritas pejabat semuanya dialihkan untuk tanggap darurat.

"Di sisi lain Pak Idham sebagai bupati mencari celah untuk berhubungan dengan pihak lain dan mampu membangkitkan moral masyarakat Bantul dengan Bantul Bangkit," ujarnya.

"Ketika masyarakat Bantul kehilangan harta dan nyawa tidak papa, namun jangan sampai kehilangan harga dan tidak diperbolehkan masyarakat Bantul mengemis karena tidak bisa makan,"ujarnya.

Lebih jauh, Politisi PDI Perjuangan ini menyatakan saat ini masyarakat Bantul sedang menghadapi bencana. Meski bentuknya tidak nampak, tetapi korbannya banyak berjatuhan, yaitu COVID-19. Ia berharap, semangat Bantul Bangkit ini bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat Bantul untuk bangkit dari pendemik COVID-19 yang tidak tahu kapan berakhirnya.

"Kebetulan saya menjadi ketua harian gugus tugas penanganan COVID-19 dan kita bersepakat untuk segera bangkit untuk keluar dari pandemik COVID-19. Kalau gempa bumi dalam dua tahun sudah selesai maka dalam pandemik ini juga cepat selesai," ujarnya.

Baca Juga: Gempa 2006: Dua Tahun Mengembalikan Jogja Seperti Sediakala

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya