Cerita Founder Prambanan Jazz Berusaha Bertahan hingga 11 Tahun
Yogyakarta, IDN Times – Prambanan Jazz Festival (PJF) 2025 memasuki tahun ke-11 penyelenggaraan. Selama 11 tahun gelaran PJF tidak luput dari tantangan, mulai pandemik Covid-19 hingga tahun politik menjadi perjalanan yang tidak mudah.
Founder PJF, Anas Syahrul Alimi menceritakan setidaknya ada dua tantangan berat selama perjalanan PJF. “Pertama paling sulit saat pandemi. Bisnis kami kan bisnis crowd, bisnis yang mendatangkan kerumunan, tapi kan tidak boleh, tapi saya menolak berhenti,” ujar Anas, disela gelaran PJF 2025, di Prambanan, Sabtu (5/7/2025) malam.
1.Covid dan tahun politik jadi tantangan terbesar

Saat itu Anas bersama tim dari PJF mencoba menghadirkan Prambanan Jazz Online pada tahun 2020. Kemudian berlanjut pada tahun 2021 dengan konsep Prambanan Jazz Hybrid. Meski digelar tanpa penonton secara langsung di lokasi, namun konsep yang dihadirkan para musisi tetap tampil dengan latar belakang Candi Prambanan.
“Kami tetap mendatangkan artis nasional, tanpa penonton di lokasi. Kami siarkan secara streaming dengan background Candi Prambanan dengan beberapa penyesuaian. Saat itu pembeli tiketnya sampai 60 ribu orang,” kata Anas kepada IDN Times.
Tantangan berat berikutnya ketika tahun 2023 memasuki tahun politik. Bagi Anas, saat itu luar biasa berat. BUMN yang kerap menjadi sponsor, maupun sponsor lain pun menahan diri. “Saya juga heran, apa hubungan Pilpres (dengan event), ternyata ada hubungannya. Itu yang membuat menjadi berat,” ungkap Anas.
2.Memasuki 11 tahun perjalanan

Memasuki gelaran ke-11 dengan tajuk Sebelas Selaras, Anas bersyukur, meski santer gonjang-ganjing isu ekonomi, orang yang datang untuk menyaksikan konser masih sangat tinggi, bahkan menurutnya lebih tinggi dari tahun lalu. Tercatat ada 60 ribu penonton datang selama penyelenggaraan tiga hari.
“Tahun kemarin 49 ribu penonton. Mungkin banyak yang stres paling, dan utuh hiburan. Ini soal psikologis, orang banyak butuh hiburan menurut saya. Ekonomi yang sedang mencoba untuk naik, semua sedang menunggu perbaikan ekonomi. Paling gampang nonton konser,” ujar Anas sembari tertawa.
Terlepas dari itu, diceritakan Anas untuk mendatangkan penonton dengan jumlah besar, tidak sedikit yang menjadi pertimbangan untuk menentukan musisi yang tampil. Pada tahun ini selain Kenny G, PJF 2025 menampilkan musisi asal Korea Selatan eaJ yang memiliki penggemar sangat besar di Indonesia.
“Ini tugas kami mendatangkan crowd mendatangkan line up dengan fanbase besar. Tanggung jawab kami bisa sustain. Ini bisnis lho, bukan yayasan, gimana menghidupi ribuan bahkan puluhan ribu orang di balik Prambanan Jazz ini,” ujarnya.
3.Menjaga marwah festival jazz

Anas mengungkapkan untuk menentukan artis yang tampil di PJF biasanya dibagi beberapa klaster. Ada yang dimasukkan sebagai penampil karena bisa mendatangkan penonton dalam jumlah besar. Namun, ada juga yang didatangkan untuk menjaga marwah dari PJF dengan musisi bergenre jazz.
“Kami harus menjaga marwahnya, ini mungkin gak akan mendatangkan fans besar, tapi ini pentung untuk Festival Prambanan Jazz. Walaupun komposisinya gak harus 100 persen, dan saya gak yakin sebuah festival jazz bisa dihidupi secara sustain hanya dengan jazz asli,” ungkapnya.
Anas memberi Montreux Jazz Festival sebagai festival jazz tertua di dunia juga mengundang musisi lintas genre. Mulai Foo Fighters, Radiohead, dan Deep Purple. “Biasa saja, sah saja. Hanya gimana menjahitnya itu,” ujar Anas.
Di PJF pun ia mencoba ‘menjahit’ agar musisi yang bukan dari genre jazz tetap bisa masuk di festival jazz ini. Para penampil di PJF tetap diminta untuk membawakan satu lagu dengan aransemen music jazz. “Ya eaJ juga, dia tahu memang harus main di festival jazz, maka dia lakukan,” kata Anas.