Anak-anak belajar membuat kerajinan dari barang bekas. (Dok. istimewa)
Karena hal tersebut, Essy akhirnya memilih berfokus pada visi awalnya, yaitu memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama anak-anak. Menurutnya, selain anak-anak merupakan agen perubahan untuk masa depan, mereka juga bisa menularkan ilmu yang mereka dapatkan ke orangtuanya.
"Pada saat kita memberikan workshop ke orangtua, belum tentu mereka mengajarkan pada anaknya. Nah, ini menjadi problem. Rata-rata workshop ngundang orangtua, orang dewasa gitu, sudah, selesai di mereka saja, artinya sebatas mereka tahu," ucap dia.
"Tapi kalau anak, enggak. Pada saat kita memberi pembelajaran ke anak, minimal milah sampahnya, mereka akan benar-benar melaksanakan. Nanti pada saat orangtua membuang sembarangan, mereka akan tegas mengedukasi, 'Ibu, Ibu kalau membuang sampah, yang ini di sini lho.' Itu pasti dan sudah terbukti. Jadi mereka itu laskar kita untuk mengedukasi masyarakat," tambah Essy.
Cara Essy untuk mengedukasi anak-anak pun sederhana, yaitu dengan bermain. Ia mengajak anak-anak membawa sampah atau barang bekas dari rumah untuk dibuat menjadi prakarya.
"Setiap anak bisa lain-lain barangnya. Misalnya kardus, anak diajak berpikir, mainan apa yang bisa dibikin. Bahkan batu pun bisa dibuat menjadi mainan dengan lem tembak," ujarnya.
"Tapi anak bangga lho, bisa bikin kayak gitu. Dari situ imajinasi dia terbangun, dia bisa cerita apa yang dia bikin. Dan pada saat mereka melihat sampah pun, mereka bisa berkreasi, 'oh ini bisa digunakan untuk ini.' Jadi kita berusaha memunculkan semangat kreativitas mereka. Dan mainan itu kalau mereka bikin dengan tangan mereka sendiri, itu rasanya akan beda dengan kalau kita belikan."
Essy adalah salah satu dari sekian banyak Kartini yang berperan aktif dalam kelestarian lingkungan. Dengan cara menggandeng anak-anak untuk edukasi sampah, dia bisa memberi kontribusi positif bagi warga sekitar.