Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)
Sementara itu, perwakilan Aliansi Mahasiswa UGM, Alfredo Putra Wijoyo, turut mempertanyakan apakah benar UGM merupakan pelopor kemahasiswaan nomor 1 di Indonesia, karena menurutnya masih banyak PR terkait fasilitas kemahasiswaan yang hingga kini belum bisa dipenuhi.
Terkait kegiatan akademik dan pelayanan mahasiswa, lebih spesifik lagi mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus, menurutnya masih ada hal-hal yang perlu dievaluasi dan diperbaiki lagi oleh rektorat. Dari riset yang dilakukan, ternyata meskipun saat ini sudah ada Unit Layanan Terpadu Khusus Penanganan Kekerasan Seksual di UGM, tetapi masih banyak mahasiswa yang belum mengetahui informasi yang jelas tentang fungsi ULT, bagaimana cara kerja, dan bagaimana cara pelaksanaannya.
"Lalu, sebuah ruang aman itu tidak hanya dibentuk karena ULT saja, perlu ada berbagai macam program-program yang pro aktif terkait pembredelan patriarki dan relasi kuasa yang timpang antargender dan sebagainya," katanya.
Selanjutnya, dia menyoroti, meskipun sebelum adanya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 di UGM sudah ada Peraturan Rektor Nomor 1 Tahun 2020 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, namun ada hal-hal yang perlu dievaluasi lagi dalam Peraturan Rektor. Seperti halnya adanya Satgas yang lebih permanen dan juga pelibatan mahasiswa dalam komite etik.