Audiensi MPBI DIY dengan Pemda DIY. (Dok. Istimewa)
Asisten Sekretariat Daerah DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana, menyadari keresahan dari buruh. Meski begitu ia menjelaskan bahwa perhitungan KHL yang menjadi dasar tuntutan buruh, berbeda dengan metodologi resmi yang digunakan pemerintah.
Tri juga mengatakan perhitungan KHL tidak bisa dilakukan sepihak, karena ada kaidah dan metodologi yang ditetapkan secara nasional. “Kami bisa memahami logika ketika KHL yang dihitung oleh teman-teman buruh menghasilkan angka tertentu, misalnya sampai lebih dari 50 persen. Itu muncul karena memang didasarkan pada perhitungan kebutuhan hidup layak versi mereka,” ungkap Tri.
Tri menyebut penetapan UMP setiap tahun selalu mengikuti pedoman dari pemerintah pusat. Formula yang ada mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan produktivitas.
“Selalu ada dinamika dan perubahan dari tahun ke tahun. Kami memahami bahwa secara persentase kenaikan upah di DIY mungkin terlihat besar, karena nilai awalnya rendah, hasil akhirnya tetap belum tinggi dibandingkan daerah lain,” kata Tri.
Ia juga mengungkapkan bahwa dalam perhitungan yang ada harus bisa menyeimbangkan antara kepentingan para pekrja dengan kepentingan pengusaha. “Jangan sampai iklim usaha di DIY turun karena beban upah yang terlalu tinggi. Pemerintah berada di tengah, berperan sebagai penyimbang anatara dua kepentingan tersebut,” ungkap Tri.