Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Buruh di DIY Tuntut UMK 2026 Rp3,6 juta–Rp4,4 juta
Aksi MPBI DIY. (Dok. Istimewa)

Intinya sih...

  • Penetapan UMK tidak boleh lebih rendah dari nilai KHL

  • Tuntut upah layak hingga minta perhatian terhadap buruh

  • Tanggapan pemda DIY soal tuntutan buruh

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN Times – Majelis Pekerja Buruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (MPBI DIY) menuntut Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2026 mengacu survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di DIY. KHL di DIY berkisar Rp3,6 juta–Rp4,4 juta.

Berdasar survei yang dilakukan MPBI DIY, didapatkan data yang menunjukkan bahwa kebutuhan hidup layak di Kota Yogyakarta mencapai Rp4.449.570, di Kabupaten Sleman sebesar Rp4.282.812, di Kabupaten Bantul Rp3.880.734, di Kabupaten Kulon Progo Rp3.832.015, dan di Kabupaten Gunungkidul Rp3.662.951.

“Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2026 harus mengacu pada hasil survei Kebutuhan Hidup Layak di DIY,” tegas Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, Selasa (14/10/2025).

1. Penetapan UMK tidak boleh lebih rendah dari nilai KHL

ilustrasi rupiah di dompet (vecteezy.com/Deni Prasetya)

Irsad mengatakan MPBI DIY menilai bahwa pemerintah daerah dan pemerintah pusat tidak boleh lagi menetapkan upah minimum yang lebih rendah dari nilai KHL, karena hal itu akan memperburuk kesejahteraan buruh, memperlebar ketimpangan ekonomi, serta menurunkan daya beli masyarakat pekerja. “Upah layak bukan sekadar angka, melainkan jaminan hidup bermartabat bagi buruh di DIY maupun Indonesia secara luas,” ujar Irsad.

Irsad menegaskan bahwa kesejahteraan buruh merupakan tanggung jawab negara. Upah yang layak dan hubungan kerja yang adil adalah fondasi bagi keberlangsungan ekonomi daerah dan masa depan pekerja/buruh di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Tuntut upah layak hingga minta perhatian terhadap buruh

Aksi MPBI DIY. (Dok. Istimewa)

Irsad menyebut MPBI DIY percaya bahwa Indonesia yang damai hanya bisa terwujud di atas landasan keadilan sosial. Perdamaian bukan sekadar ketiadaan konflik, melainkan perdamaian benar-benar nyata ketika setiap warga negara merasakan keadilan dalam kehidupan ekonomi, sosial, dan hukum. “Karena itu, perjuangan buruh untuk upah layak dan sistem hubungan industrial yang adil adalah bagian dari upaya menjaga Indonesia yang damai,” ungkapnya.

Selain menuntut UMK sesuai dengan KHL, buruh MPBI DIY juga menyatakan sikap untuk menolak segala bentuk kebijakan yang menekan atau menurunkan upah di bawah nilai KHL. Meningkatkan pengawasan ketenagakerjaan di seluruh wilayah DIY, termasuk penegakan sanksi terhadap pelanggaran hak-hak buruh.

“Memastikan seluruh perselisihan hubungan industrial diselesaikan secara cepat, transparan, dan berpihak pada keadilan bagi pekerja/buruh. Mendorong sinergi antara pemerintah daerah, pengusaha, dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh untuk membangun sistem hubungan industrial yang harmonis, berkeadilan, dan berkelanjutan,” ujar Irsad.

3. Tanggapan pemda DIY soal tuntutan buruh

Audiensi MPBI DIY dengan Pemda DIY. (Dok. Istimewa)

Asisten Sekretariat Daerah DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana, menyadari keresahan dari buruh. Meski begitu ia menjelaskan bahwa perhitungan KHL yang menjadi dasar tuntutan buruh, berbeda dengan metodologi resmi yang digunakan pemerintah.

Tri juga mengatakan perhitungan KHL tidak bisa dilakukan sepihak, karena ada kaidah dan metodologi yang ditetapkan secara nasional. “Kami bisa memahami logika ketika KHL yang dihitung oleh teman-teman buruh menghasilkan angka tertentu, misalnya sampai lebih dari 50 persen. Itu muncul karena memang didasarkan pada perhitungan kebutuhan hidup layak versi mereka,” ungkap Tri.

Tri menyebut penetapan UMP setiap tahun selalu mengikuti pedoman dari pemerintah pusat. Formula yang ada mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan produktivitas.

“Selalu ada dinamika dan perubahan dari tahun ke tahun. Kami memahami bahwa secara persentase kenaikan upah di DIY mungkin terlihat besar, karena nilai awalnya rendah, hasil akhirnya tetap belum tinggi dibandingkan daerah lain,” kata Tri.

Ia juga mengungkapkan bahwa dalam perhitungan yang ada harus bisa menyeimbangkan antara kepentingan para pekrja dengan kepentingan pengusaha. “Jangan sampai iklim usaha di DIY turun karena beban upah yang terlalu tinggi. Pemerintah berada di tengah, berperan sebagai penyimbang anatara dua kepentingan tersebut,” ungkap Tri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team