IDN Times/Pito Agustin Rudiana
Pintu Sekretariat LPM Pendapa tertutup rapat, Jumat, 30 Agustus 2019 siang lalu. Sejumlah stiker bertempelan di pintu sisi atas yang terbuat dari kaca. Sepenggal tulisan dicetak di atas kertas putih berkop surat LPM Pendapa dan ditempel di sisi tengah pintu. "Hanya ada dua cahaya: Matahari di langit dan Pers di bumi", demikian bunyinya.
Suasana sangat sepi di bangunan yang menyendiri di ruang bawah Kampus Fakultas Teknik UST Tamansiswa yang bersebelahan dengan tempat parkir motor dan mobil. Bau cat, tumpukan meja dan kursi di sisi luar sekretariat menandakan bangunan masih baru.
“Ya, sekretariat baru saja pindah. Sebelumnya di dekat gedung perpustakaan UST,” kata mantan Pengurus LPM Pendapa Lucya Friska Astutiningsih.
Sejumlah unit kegiatan mahasiswa (UKM) di sana dipindahkan ke lokasi kampus yang berbeda menyusul perluasan bangunan perpustakaan. Bekas sekretariat Pendapa dijadikan musala. Di sana, kepengurusan periode 2016-2017 pernah dibekukan.
Pembekuan kepengurusan dilakukan pihak rektorat menyusul penolakan Pengurus LPM Pendapa yang baru dilantik Mei 2016 itu. Mereka menolak konsep pakta integritas atau komitmen dari rektorat. Ada 12 poin pakta integritas yang dibuat sepihak itu. Pengurus Pendapa keberatan dengan poin 5 dan 8. Isinya adalah berkonsultasi kepada Wakil Rektor III selaku penasehat dalam penerbitan buletin Majalah Pendapa dan menaati kebijakan yang ditetapkan pimpinan universitas.
“Isinya bertentangan dengan kebebasan pers dan berekspresi. Kami menolak mendatangani,” kata Lucya yang menjadi sekretaris umum saat itu.
Anehnya, keharusan menandatangani pakta integritas itu baru diberlakukan terhadap LPM Pendapa periode itu. UKM lain pun tidak dibebani dengan peraturan yang sama. Ternyata konsep pakta integritas muncul akibat dari buletin yang diterbitkan persma periode sebelumnya yang mengritisi kebijakan kampus. Terbitannya membuat rektorat tak suka.
“Menurut rektorat, Pendapa suka memberitakan yang jelek-jelek. Yang bagus-bagus tidak (diberitakan),” kata Lucya.
Dan lantaran menolak menandatangani pakta integritas, pengajuan permohonan surat keputusan pelantikan pengurus dan proposal pengajuan dana pengurus periode baru ditolak. Upaya Pendapa untuk bertemu dan berkomunikasi dengan rektorat terus dilakukan. Mulai dari audiensi hingga membuat pernyataan sikap. Rektor menolak bertemu dan meminta Pendapa untuk merampungkan persoalan lewat Wakil Rektor III.
Meski demikian, Pendapa tetap melakukan kegiatan jurnalistik. Lewat iuran sukarela dari tiap pengurus yang terkumpul sekitar Rp600 ribuan, mereka bisa menerbitkan buletin sekitar yang berjumlah 482 eksemplar. Buletin terbit dengan lay out sangat sederhana dan jumlah halaman yang tipis.
Judul laporan utamanya tetap menggigit yaitu tentang kasus yang menimpa Pendapa saat itu. "Awas! Ada Pembungkaman", demikian judulnya dengan cover bergambar sepatu raksasa yang menginjak beberapa manusia.
Untuk bisa berkarya dengan keuangan yang menipis, Pendapa bermain lewat media online. Mereka mengekspos karya-karya jurnalistiknya melalui online www.lpmpendapa.com.
Pendapa pun mendapat kabar dari pengurus UKM lain kalau lembaga persma itu telah dibekukan. Tak ada hitam di atas putih dari rektorat yang menyebut pembekuan itu. Namun dengan adanya penolakan pemberian SK Kepengurusan Periode 2016-2017 dan pencairan dana Pendapa Rp23,850 juta dari total dana kegiatan semua UKM Rp300 juta, Pendapa percaya pembekuan tengah berlangsung.
“Dalam surat edaran jam malam untuk UKM di kampus, nama Pendapa gak ada,” kata Lucya yang semakin menguatkan kabar itu.
Kabar soal pembekuan Pendapa pun ditulis di media massa. Pendapa juga menyebarkan kuesioner di lingkungan kampus untuk jajak pendapat, isinya apakah Pendapa masih dibutuhkan atau tidak?
“Mayoritas menyatakan Pendapa masih dibutuhkan,” kata Lucya.
Tiba-tiba di suatu pagi di bulan November 2016, rektor memanggil pengurus untuk melakukan audiensi. Selain Lucya, pengurus lain yang hadir adalah pimpinan umum, wakil PU, pemimpin redaksi, juga divisi penelitian dan pengembangan. Hasilnya, pakta integritas tak jadi dikeluarkan dan dana operasional organisasi akan diturunkan.
“Dengan catatan, pihak rektorat masih memantau,” kata Lucya.