FPU MINUSCA regu Ima cs juga bergerak di bidang amal. Mendonasikan peralatan belajar dan perlengkapan ibadah adalah beberapa di antaranya.
Ima kerap kali merasa bersyukur ketika diterjunkan untuk misi ini. Bagaimana tidak, ia menyaksikan bagaimana orang-orang dewasa, anak-anak di daerah konflik bertahan dari keterbatasan.
"Untuk sekadar makan dan minum saja mereka susah. Banyak dari mereka yang menderita gizi buruk. Makanan mereka gak punya, bahkan harus banting tulang untuk cari uang," bebernya.
"Kalau kami lewat itu, mereka bilang dalam Bahasa Prancis, 'manger..manger, madam'. Mereka minta makan. Anak-anak itu bilang cup, cup, itu minta permen. Mereka senang sekali kalau dikasih permen atau biskuit," sambung dia.
Di satu sisi sebenarnya ada larangan dari PBB untuk tak memberikan warga setempat makanan. Akan tetapi, rasa kemanisaan menuntun Ima melanggar instruksi tersebut.
"Kami orang Indonesia, kalau Bahasa Jawa itu gak tegel. Jadi waktu patroli kami berbagi makanan," jelasnya.
Setahun tiga bulan menjalani misi, FPU MINUSCA regu Ima akhirnya ditarik kembali ke negara asal. Satu pemandangan membuat Ima tak kuasa menahan haru kala itu.
"Jadi kamp kami dengan bandara itu memang dekat. Waktu kami mau pulang, anak-anak itu sudah ada di sana. Mereka nangis, bilang kakak-kakak jangan pulang, jangan pulang. Kami terharu, mungkin karena kamilah yang building trust (membangun kepercayaan) kepada mereka," ujarnya.
Pengalaman ini begiti membekas buat Ima. Apalagi ia merupakan satu dari sekian kontingen Polwan yang dilibatkan dalam misi perdamaian ini.
"Baru tahun 2018 itu dibuka kesempatan bagi polwan untuk mengikuti tes dan misi di luar negeri," kata Ima.
Suatu saat nanti, Ima ingin mengulang kesempatan ini. Dia selalu mendamba akan datangnya pengalaman-pengalaman baru di kepolisian. Apalagi orang-orang di sekitarnya juga selalu memberikan dukungan buatnya.
"Tugas-tugas dari Polri memberikan inspirasi buat saya," tandasnya.