ilustrasi obat-obatan (IDN Times/Mardya Shakti)
Menurut Zullies, memang salah satu tim peneliti di Australia pernah merilis hasil penelitian secara in vitro yang menunjukkan bahwa obat ini dapat memiliki efek antiviral pada SARS-CoV-2. Namun untuk dapat digunakan sebagai obat COVID-19 diperlukan tahapan pengujian untuk memastikan efektivitas serta keamanannya pada penggunaan terhadap manusia.
“Obat untuk COVID-19, untuk bisa dipastikan harus ada pengujiannya. Tidak bisa hanya in vitro lalu langsung dipakai, dasarnya kurang kuat,” katanya.
Lebih lanjut dia pun memaparkan jika keberadaan obat ini di Indonesia pun tidak banyak, lantaran penyakit cacing ataupun parasit yang diobati dengan obat ini sudah jarang ditemukan. Obat ivermectin yang beredar saat ini lebih banyak merupakan obat yang diperuntukkan bagi hewan.
Uji klinik terhadap penggunaan obat ini pada terapi COVID-19 telah dilakukan di sejumlah negara, dengan data yang bervariasi pada dosis maupun durasi penggunaannya. Data-data dari pengujian inilah yang dibutuhkan untuk mendapat izin dari Badan POM sebagai lembaga yang melaksanakan tugas pengawasan obat.
“Badan POM membutuhkan data uji klinis yang bisa berasal dari negara lain asalkan metodologi dan jumlah subjeknya memadai, dosisnya sesuai, dan parameter penilaian luaran klinisnya sesuai,” terangnya.