Yogyakarta, IDN Times - Banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh pada akhir November 2025 meninggalkan kerusakan besar. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga 30 November, tercatat 442 orang meninggal dan 402 lainnya masih hilang. Ketiga pemerintah provinsi telah menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari sejak kejadian tersebut.
Peneliti sekaligus dosen Fakultas Kehutanan UGM, Hatma Suryatmojo, menjelaskan bahwa peristiwa ini mencerminkan pola berulang bencana hidrometeorologi yang terus meningkat dalam 20 tahun terakhir. BMKG melaporkan curah hujan di sejumlah wilayah Sumut mencapai lebih dari 300 mm per hari pada puncak bencana. Hujan ekstrem tersebut turut dipengaruhi dinamika atmosfer yang tidak biasa, termasuk keberadaan Siklon Tropis Senyar di Selat Malaka pada akhir November 2025.
“Namun, cuaca ekstrem hanyalah pemicu awal. Dampak merusak banjir bandang tersebut sesungguhnya diperparah oleh rapuhnya benteng alam di kawasan hulu. Kerusakan ekosistem hutan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) telah menghilangkan daya dukung dan daya tampung ekosistem hulu untuk meredam curah hujan tinggi,” kata Hatma dalam keterangan yang diterima IDN Times, Senin (1/12/2025).
