Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi penyebaran leptospirosis (pixabay.com/simon)
Ilustrasi penyebaran leptospirosis (pixabay.com/simon)

Intinya sih...

  • Pemerintah Kota Yogyakarta gencar tekan leptospirosis dengan penyelidikan epidemiologi, desinfeksi lingkungan, dan sosialisasi bahaya penyakit.

  • Tingkat fatalitas kasus leptospirosis di Kota Yogyakarta melonjak menjadi 31%, membuat dinas kesehatan mengimbau masyarakat untuk segera mencari bantuan medis jika mengalami gejala.

  • Pemerintah Kota Yogyakarta menerbitkan Surat Edaran tentang Kewaspadaan Kejadian Leptospirosis dan Hantavirus serta melakukan vaksinasi leptospirosis bagi hewan peliharaan sebagai langkah pencegahan.

Yogyakarta, IDN Times - Pemerintah Kota Yogyakarta menggencarkan berbagai upaya demi memutus mata rantai penyakit Leptospirosis yang telah merenggut nyawa enam orang di wilayahnya sepanjang tahun ini. Lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bergerak cepat mengantipasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira itu.

1. Berjibaku tekan leptospirosis

Dalam keterangan resmi Pemkot Yogyakarta, Dinas Kesehatan telah melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) pada kasus yang memicu kematian, serta melaksanakan desinfeksi lingkungan bersama Dinas Pertanian dan Pangan setempat.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Yogyakarta, Lana Unwanah, menyebut bahwa banyak kasus terjadi disebabkan lingkungan rumah yang masih belum bebas dari sampah terbuka serta kondisi hunian yang kurang layak.

Oleh karenanya, kata Lana, Dinas Kesehatan akan menggandeng Dinas Lingkungan Hidup dan dinas terkait lainnya guna menekan penyakit yang ditularkan oleh tikus ini.

"Memang ada kenaikan yang cukup memprihatinkan. Kasus kematian cukup tinggi. Leptospirosis ini ditularkan dari hewan, terutama tikus, ke manusia melalui luka terbuka," kata Lana dalam keterangannya.

Beberapa upaya konkret yang telah pemerintah setempat lakukan antara lain, sosialisasi bahaya penyakit hingga pemasangan alat perangkap tikus pada lingkungan yang terdapat penderita Leptospirosis.

Selain itu, pihaknya juga berencana melakukan peningkatan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, terutama kepada kelompok berisiko seperti petani, dan pekerja perkebunan, petugas kebersihan, serta profesi maupun aktivitas lain yang berhubungan dengan genangan dan rekreasi air.

Menurutnya, program rehabilitasi rumah tidak layak huni yang digaungkan Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyebaran bakteri Leptospirosis.

2. Tingkat fatalitas kasus melonjak

Mengacu data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, hingga 9 Juli 2025 kemarin telah tercatat 19 kasus leptospirosis. Dari belasan kasus itu, 6 di antaranya berujung pada penderitanya yang meninggal dunia.

Angka ini membuat case fatality rate (CFR) atau tingkat fatalitas kasus menjadi 31 persen. Padahal, apabila dibandingkan tahun 2024, yang mencatatkan 10 kasus dengan 2 kematian, CFR-nya sebesar 20 persen.

Kasus terakhir yang meninggal di Kota Yogyakarta menimpa seorang pekerja bengkel. Dia sebelumnya sempat mengalami gejala demam pada tanggal 30 Juni 2025 dan meninggal dunia pada 8 Juli 2025 setelah sempat dirawat di rumah sakit.

Aktivitas lain yang memicu pasien menderita Leptospirosis sedang dalam proses penyelidikan epidemiologi lanjutan. Berkaca dari kejadian ini, dinas kesehatan mengimbau kepada setiap masyarakat agar langsung menuju fasilitas kesehatan terdekat apabila mengalami gejala seperti demam lebih dari 38 derajat Celcius, disertai sakit kepala, nyeri otot nafas dan tubuh terasa lesu atau lemas.

3. Jangan biarkan tikus bersarang, waspada pula hantavirus

Gejala penyakit leptospirosis (Facebook/Ayo Sehat Kementerian Kesehatan RI)

Sebagai tindak lanjut atas Surat Gubernur DIY Nomor B/400.7.9.3/564/D13 Tahun 2025 terkait Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa (KLB) Leptospirosis dan Hantavirus, Pemerintah Kota Yogyakarta juga telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Wali Kota Nomor 100.3.4 / 2407 Tahun 2025.

SE ini berisikan tentang Kewaspadaan Kejadian Leptospirosis dan Hantavirus, sebagai bentuk penguatan kewaspadaan dan pengendalian penyakit tersebut.

"Salah satu upaya kami adalah akan melakukan sinergi antar OPD agar kasus tidak terus bertambah. Kita nantinya juga melibatkan Dinas Perdagangan karena bahkan di pasar-pasar banyak barang-barang bertumpuk yang berpotensi menjadi tempat tikus," imbuh Lana.

Selain Leptospirosis, warga Yogyakarta turut diminta waspada terhadap kasus hantavirus, sekalipun penyakit ini masih jatang ditemukan.

"Gejalanya mirip dengan Leptospirosis seperti demam dan gangguan pernapasan. Hantavirus ditularkan melalui debu atau kontak dengan kotoran hewan terinfeksi. Penggunaan masker dan menjaga kebersihan menjadi langkah pencegahan utama," papar Lana.

4. Vaksinasi leptospirosis bagi hewan peliharaan

Kepala Bidang Perikanan dan Kehewanan Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta, Sri Panggarti, sementara itu mengingatkan masyarakat agar selalu menjaga kebersihan lingkungan dan hewan peliharaan.

"Hewan peliharaan seperti anjing, sapi, kambing, bahkan domba harus dijaga kesehatannya. Jika menunjukkan gejala demam dan kuning, segera bawa ke dokter hewan,” ujarnya.

Sri turut menekankan pentingnya pemakaian alat pelindung setiap kali berkegiatan di area basah atau becek, serta mencuci tangan dan kaki dengan sabun setelah beraktivitas.

Menurut dia, vaksinasi leptospirosis bagi hewan peliharaan juga dianjurkan sebagai langkah pencegahan. Lebih jauh, dia optimistis Pemkot Jogja mampu mengendalikan penyebaran leptospirosis dan menjaga kesehatan warga dari ancaman penyakit zoonosis.

"Kami berharap seluruh warga meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jika mengalami gejala seperti demam, nyeri otot, atau mata menguning, segera periksa ke fasilitas kesehatan. Penanganan cepat bisa menyelamatkan nyawa," ujarnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team