Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Lubang Biopori (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)
Lubang Biopori (IDN Times/Gregorius Aryodamar P)

Intinya sih...

  • ASN di Bantul wajib membuat lubang biopori untuk atasi sampah organik

  • Masyarakat diminta membuat jugangan sebagai tempat pembuangan sampah organik

  • Pemerintah mendorong 300 ribu KK di Bantul untuk membuat jugangan agar masalah sampah organik teratasi

‎Bantul, IDN Times - Kabupaten Bantul akan genap berusia 194 tahun pada 20 Juli 2025 mendatang. Di usia yang tak lagi muda ini, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, salah satunya masalah sampah.

Darurat sampah di Bumi Projotamansari belum juga teratasi, meski pembangunan TPST hingga TPS3R di tingkat kalurahan terus dilakukan. Sosialisasi pemilahan sampah organik dan nonorganik juga telah digencarkan, namun persoalan tetap belum tuntas.

‎1. ASN jadi pelopor biopori untuk atasi sampah organik

ilustrasi lubang biopori (YouTube.com/Lemon Ceri)

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menyampaikan bahwa pihaknya mendorong aparatur sipil negara (ASN) di Bantul untuk membuat lubang resapan biopori di lahan masing-masing. Biopori ini diharapkan bisa berfungsi ganda, yakni menyerap air dan menjadi solusi pengelolaan sampah organik.

"Program biopori untuk atasi masalah sampah organik untuk pertama kalinya akan diterapkan kepada seluruh ASN di Bantul yang jumlahnya lebih dari 8.000 orang. Jika ASN tidak membuat biopori maka sanksi akan diberikan," ujarnya.

Halim menegaskan, ASN dan pamong kalurahan nantinya akan menjadi pelopor gerakan biopori ini. Kepala OPD dan lurah akan diminta mengawasi pembuatan biopori yang dilakukan secara mandiri.

"Nanti akan kita buat surat edaran bupati bahwa ASN dan pamong kalurahan harus menjadi pelopor pembuatan biopori untuk menangani sampah organik," ucapnya.

2. Masyarakat di Bantul diminta untuk membuat jugangan

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih. (IDN Times/Daruwaskita)

Halim menyebut, sekitar 70 persen sampah yang dihasilkan masyarakat Bantul merupakan sampah organik, yang sering kali tidak memiliki nilai ekonomis. Namun, menurutnya, persoalan ini bisa diselesaikan dengan cepat melalui pembuatan lubang di tanah atau jugangan sebagai tempat pembuangan sampah organik. Sampah tersebut nantinya akan terurai menjadi kompos yang bermanfaat sebagai media tanam dan memiliki nilai ekonomis.

"Warga di Kalurahan Caturharjo, Kapanewon Bantul, telah membuat 5.000 jugangan dan terbukti mampu mengatasi permasalahan sampah organik di wilayahnya," ungkapnya, Kamis (10/7/2025).

3. 300 ribu KK bikin jugangan, masalah sampah organik teratasi

Pembuatan jugangan untuk tempat sampah organik. (Dok. Polres Bantul)

Keberhasilan Pemerintah Kalurahan Caturharjo dalam menangani sampah organik melalui pembuatan jugangan diharapkan bisa diterapkan juga oleh kalurahan lain di Bantul. Pemerintah diminta mendorong warganya membuat jugangan di lahan yang tersedia di rumah masing-masing.

"Bantul itu ada sekitar 300 ribu kepala keluarga. Jika satu keluarga membuat jugangan satu atau dua di halaman rumahnya, maka permasalahan sampah organik bisa diselesaikan di tingkat rumah tangga dan tidak perlu dibawa ke TPST," tuturnya.

"Nantinya saya akan meminta kepada lurah hingga dukuh agar warganya yang memiliki lahan bisa membuat jugangan untuk tempat sampah organik. Sedangkan sampah non organik bisa dikumpulkan dan dijual," tambahnya lagi.

Editorial Team