TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pameran Sumakala Kisahkan Kembali Masa Pasca-Geger Sepehi

Pasca-Geger Sepehi jadi masa temaramnya Keraton Yogyakarta

Konferensi pers Sumakala: Dasawarsa Temaram Yogyakarta yang digelar Keraton Yogyakarta. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Yogyakarta, IDN Times - Keraton Yogyakarta menggelar pameran akhir tahun, Sumakala: Dasawarsa Temaram Yogyakarta, dengan mendorong penarasian kembali pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono III dan Sri Sultan Hamengku Buwono IV, di Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta, 28 Oktober 2022--29 Januari 2023. Pameran kali ini akan mengedepankan penceritaan pascaperistiwa Geger Sepehi.

Pascaperistiwa Geger Sepehi, Yogyakarta di bawah pemerintahan kedua Sultan tersebut mengalami saat-saat yang temaram. Berbagai desakan politik dari Pemerintahan Inggris terhadap Sultan ketiga berdampak pada ketidakstabilan perekonomian. Pasalnya, seluruh biaya perang yang ditimbulkan dari gempuran Inggris ke Yogyakarta harus ditanggung oleh keraton.

Baca Juga: Sejarah Kedaton Ambarrukmo, Diisukan Jadi Venue Nikahan Kaesang-Erina

1. Cerita-cerita pasca Geger Sepehi

Penghageng KHP Nitya Budaya, Keraton Yogyakarta, GKR Bendara, dalam konferensi pers pameran Sumakala: Dasawarsa Temaram Yogyakarta. (IDN Times/Herlambang Jati)

Kondisi carut marut pasca-Geger Sepehi, harus disaksikan oleh GRM Ibnu Djarot, putra mahkota yang masih belia. Klimaksnya, sang pangeran harus menyaksikan kondisi ketika ayahandanya meninggal setelah 2 tahun bertakhta. Praktis, putra mahkota yang masih berusia 10 tahun harus menggantikan kedudukan Sultan, bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono IV.

“Momentum ini upaya keraton untuk merekonstruksi ulang kisah-kisah Sultan terdahulu. Meskipun kedua Sultan, yakni Sultan ketiga dan Sultan keempat mengalami kondisi yang sulit, tetapi berbagai prestasi dalam pemerintahan maupun pembangunan kebudayaan di keraton turut disumbangkan. Beberapa masih bisa kita lihat sampai sekarang, seperti tari Bedhaya Durmakina, Babad Ngayogyakarta, maupun kereta-kereta kebesaran dari masing-masing Sultan," kata Penghageng KHP Nitya Budaya, Keraton Yogyakarta, GKR Bendara, saat konferensi pers di Ndalem Poenakawan, Senin (17/10/2022).

2. Tantangan menyiapkan pameran

Kurator pameran, Fajar Wijanarko, dalam konferensi pers pameran Sumakala: Dasawarsa Temaram Yogyakarta. (IDN Times/Herlambang Jati)

Pameran ini menjadi tantangan tersendiri bagi keraton dan tim pameran. Perihal ini dikarenakan pascaperistiwa Geger Sepehi (1812), keraton yang megah harus porak-poranda. Benda budaya, kekayaan material, hingga pusaka yang dimiliki keraton dijarah habis-habisan oleh prajurit Sepoy (pasukan Inggris yang merupakan rekrutan dari warga India). Sumber-sumber mengenai pemerintahan keraton pada awal abad ke-19 praktis tidak banyak ditemukan.

Di sinilah keraton mencoba membaca ulang sejarah semasa 1812-1822 dan mewujudkannya dalam bentuk visual. Kerja kreatif ini dipilih menjadi media untuk menyelami pemerintahan Sultan ketiga dan Sultan keempat lebih mendalam.

Kurator pameran, Fajar Wijanarko menyampaikan untuk menggali informasi terkait Sri Sultan Hamengku Buwono III dan Sri Sultan Hamengku Buwono IV, bukan perkara yang mudah. "Kami harus riset tidak hanya di keraton secara utuh. Kami juga melakukan riset melalui jejaring internasional, mencari narasi yang tepat," ujar Fajar.

Baca Juga: Wisata Keraton Yogyakarta: Lokasi, Harga Tiket, dan Tips

Berita Terkini Lainnya