Psikolog UGM Paparkan Bahaya Hustle Culture, Hati-hati Jadi Toxic!
Terjadi ketidakseimbangan antara kerja dan sosial
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Siapa nih yang tak kenal dengan hustle culture? Istilah ini sedang populer di kalangan milenial. Psikolog dari UGM, Indrayanti, Ph.D., Psikolog., mengatakan hustle culture merupakan istilah yang berkembang dari workaholic. Sebuat tuntutan pekerjaan yang harus direspons secara profesional dan kualitas tinggi agar tidak dinilai buruk, namun akhirnya tidak memiliki waktu untuk diri sendiri atau keluarga.
1. Hustle Culture berkembang menjadi toxic productivity
Indrayanti menerangkan hustle culture berkembang menjadi toxic productivity. Kondisi ini bisa terjadi pada siapapun tidak hanya di dunia kerja, tetapi juga di dunia pendidikan.
“Melihat kondisi kerja yang situasinya pada workaholic akhirnya kepikiran, ada racun di pikiran. Jangan-jangan yang disebut produktif yang harus kerja keras, lembur, dan akan merasa bersalah jika tidak seperti itu,” paparnya, dikutip laman resmi UGM, Kamis (5/1/2022).
Indrayanti mengatakan situasi terjadi pada individu berkembang menjadi sebuah gaya hidup atau budaya. Pada akhirnya anak muda menjadi berpikir tentang produktivitas dan terus melakukannya supaya tidak merasa tertinggal.
“Kalau orang lain kaya gitu berarti produktif itu yang kerja keras, lembur sampai malam, bawa laptop sampek tiga. Jika tidak melakukan hal seperti itu lantas menjadi insecure,” tuturnya.
Baca Juga: Milenial di Jogja Mulai Banyak Beli Rumah
Baca Juga: Psikolog UGM Beberkan 5 Tips Capai Resolusi Anti-Gagal
Baca Juga: Eks Koruptor kembali ke Partai, PUKAT UGM: Komitmen AntiKorupsi Rendah