Aliansi Jogja Memanggil menolak keras pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto oleh Presiden Prabowo Subianto, Senin (10/11/2025). (IDN Times/Tunggul Damarjati)
Aliansi selain itu memandang Soeharto sebagai aktor utama dalam institusionalisasi korupsi di Indonesia. Dia disebut telah mengelola aliran dana negara dan swasta tanpa transparansi dan akuntabilitas, melalui jaringan yayasan-yayasannya, macam Supersemar, Dharmais, dan beberapa lainnya.
Aliansi pun mengingatkan soal audit BPK dan investigasi Transparency International yang mengungkap bagaimana yayasan-yayasan tersebut berfungsi sebagai saluran korupsi terselubung.
"Proyek pembangunan lebih berfungsi untuk menggemukkan pundi-pundi diri dan kroninya, sementara ketimpangan ekonomi semakin dalam. Praktik inilah yang menjadikan korupsi bukan sekadar pelanggaran, tetapi sistem yang mengakar," papar aliansi.
Tak berhenti sampai di situ, lantaran aliansi juga menilai Soeharto telah menghancurkan demokrasi RI dengan mewariskan sistem yang melahirkan politik dinasti dan korupsi yang mengakar dari desa hingga istana.
Soeharto juga dianggap telah memberangus kebebasan dengan menjadikan militer sebagai tukang pukul yang menyasar rakyat, sementara Dwi Fungsi ABRI menjadi alat penindasannya.
"Pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia, Harto bukanlah kesatria. Saat Serangan Umum 1 Maret, dia hilang dari lapangan. Karier militernya pun ternoda: Dia dihukum karena menggelapkan gula dan kapuk untuk dirinya sendiri. Ini bukanlah sikap seorang pahlawan, tapi pengecut dan oportunis," kata mereka.