Ilustrasi Seismogram (IDN Times/Arief Rahmat)
Alat ini terdiri dari EWS yang tersusun dari sejumlah komponen seperti detektor perubahan level air tanah dan gas radon, pengondisi sinyal, kontroler, penyimpan data, sumber daya listrik.
Sunarno menjelaskan timnya memanfaatkan teknologi internet of thing (IoT). Untuk cara kerja alat, yakni berdasarkan perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah yang merupakan anomali alam sebelum terjadinya gempa bumi.
“Apabila akan terjadi gempa di lempengan, akan muncul fenomena paparan gas radon alam dari tanah meningkat secara signifikan. Demikian juga permukaan air tanah naik turun secara signifikan,” paparnya.
Penelitian yang sudah dilakukan sejak 2018 ini memang dikhususkan mengamati konsentrasi gas radon dan level air tanah sebelum terjadinya gempa bumi. Pengamatan yang telah dilakukan kemudian dikembangkan sehingga dirumuskan dalam suatu algoritma prediksi sistem peringatan dini gempa bumi.
Sistem terbukti telah mampu memprediksi gempa bumi yang terjadi di Barat Bengkulu M5,2 pada 28 Agustus 2020, Barat Daya Sumur-Banten M5,3 pada 26 Agustus 2020, Barat Daya Bengkulu M5,1 pada 29 Agustus 2020, Barat Daya Sinabang Aceh M5,0 pada 1 September 2020, Barat Daya Pacitan M5,1 10 September 2020, dan gempa Tenggara Nagan Raya-Aceh M5,4 pada14 September 2020.