AI Bawa Perubahan Besar dalam Kehidupan, Saat Ini Jadi Teman Curhat

- Daya tarik AI dalam komunikasi emosional muncul dari kebutuhan manusia akan ruang aman, keintiman tanpa konflik, dan kehadiran yang konsisten. Fenomena ini berdampak pada terbentuknya ekspektasi komunikasi yang tidak realistis.
Yogyakarta, IDN Times - Peran AI dalam kehidupan manusia saat ini telah mengalami pergeseran signifikan. Pernyataan itu disampaikan Ketua Diskusi Komunikasi Mahasiswa (Diskoma), Defrimont Era saat membuka acara Diskusi Komunikasi Mahasiswa edisi ke-23 Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Selasa (29/07/2025).
“AI membawa perubahan besar pada kehidupan kita. Dahulu hanya digunakan untuk menyelesaikan tugas, sekarang masuk ke ranah komunikasi emosional. Kita tidak hanya berbicara dengan AI sebagai alat bantu teknis, tapi mulai menjadikannya teman curhat, sahabat virtual, bahkan tempat menaruh keintiman,” ujarnya dalam diskusi yang digelar melalui Zoom Meeting dan disiarkan di kanal Youtube Dikom UGM tersebut.
Diskusi ini menghadirkan dua pembicara dengan latar belakang berbeda, yaitu Naufal Firosa, praktisi dari Sekolah Cemerlang dan Mashita Phitaloka, dosen dari Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM. Acara dipandu oleh Rahman Hakim sebagai pembawa acara dan dimoderatori oleh Naomi Siahaan, mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM.
1. AI menaikkan standar komunikasi

Naufal menjelaskan bahwa daya tarik AI dalam komunikasi emosional muncul dari kebutuhan manusia akan ruang aman, keintiman tanpa konflik, dan kehadiran yang konsisten. Menurutnya, fenomena ini berdampak pada terbentuknya ekspektasi komunikasi yang tidak realistis dalam relasi manusia sehari-hari.
“Ketika kita terbiasa mendapatkan validasi dari AI yang tidak pernah menolak atau menghakimi, kita mulai menaikan standar komunikasi kita. Kita pakai standar komunikasi yang sama ke manusia lain, padahal manusia itu kompleks dan tidak bisa disamakan dengan AI,” jelasnya.
2. AI hadir sebagai alternatif hubungan yang lebih sederhana

Sementara itu, Mashita Phitaloka menyoroti fenomena ini dari sudut pandang struktural. Ia menyebut bahwa kapitalisme modern telah menciptakan kondisi sosial yang memperparah kesepian dan keterasingan, terutama di lingkungan urban yang serba cepat dan kompetitif. Dalam konteks ini, AI hadir sebagai alternatif hubungan yang lebih sederhana, tanpa tuntutan.
Mashita juga mengingatkan adanya risiko privasi data dalam interaksi emosional dengan AI. Ia menegaskan bahwa teknologi tidak bebas nilai, karena dibangun oleh sistem dan Perusahaan yang memiliki orientasi keuntungan.
“Kita hidup di masa yang serba cepat, penuh tekanan, dan minim koneksi yang bermakna. AI menawarkan kenyamanan emosional yang konstan, tanpa biaya emosional maupun finansial seperti dalam hubungan manusia. Tapi kita lupa bahwa teknologi dan AI itu tidak bebas nilai,” tegasnya.
3. Diskoma coba membangun kesadaran tentang teknologi membentuk ulang pola komunikasi

Selain penyampaian materi dari narasumber, Diskoma edisi ke-23 juga menghadirkan sesi diskusi bersama peserta. Diskusi berjalan dinamis, dengan beragam tanggapan dan pertanyaan yang mencerminkan keresahan generasi digital terhadap masa depan relasi manusia dan mesin.
Diskoma ke-23 bertujuan untuk membangun kesadaran tentang bagaimana teknologi membentuk ulang pola komunikasi, keintiman, dan persepsi manusia terhadap hubungan sosial. Diskusi ini juga menegaskan pentingnya memahami teknologi secara etis dan reflektif, agar manusia tetap menjadi subjek utama dalam era digital.