Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pengendara sepeda motor. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Sleman, IDN Times - Ahli Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Bivitri Susanti menilai selama ini banyak aturan pemerintah yang tidak konsisten dan sering kali membingungkan masyarakat di tengah pandemik COVID-19. Hal tersebut pulalah yang menjadi salah satu faktor masyarakat menjadi menyerah pada keadaan dan memilih untuk keluar rumah di situasi seperti saat ini.

Dia menjelaskan, di masa seperti saat ini, yang harus dilakukan pemerintah adalah konsistensi dan membangun komunikasi yang baik agar masyarakat juga taat kepada hukum yang dibuat.

"Kalau dari pemerintahannya sendiri tidak konsisten, tidak terukur memberikan komunikasi yang berbeda-beda, tentu saja masyarakat juga menjadi ya udah keluar aja lah. Yang kedua juga bisa terjadi karena tidak ada pilihan untuk bertahan hidup," ungkapnya dalam diskusi virtual Rumpi Hukum "PSBB, Policy Setengah Basa Basi?" pada Rabu (20/5) malam.

1. Dari awal pemerintah tidak konsisten

Tangkapan layar Rumpi Hukum "PSBB, Policy Setengah Basa Basi?" Rabu (20/5). Youtube.com/Kanal Pengetahuan FH UGM

Bivitri menjelaskan, dari awal pemerintah terlihat terlambat dalam melakukan penanganan terhadap COVID-19. Selain itu, ada banyak kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Ketidakkonsistenan tersebut diawali adanya aturan ojek online, asimilasi napi koruptor, diijinkan atau tidaknya mudik, pegawai BUMN di bawah 45 yang diharuskan untuk kembali bekerja di kantor, dan lain sebagainya. Hal tersebut turut membuat masyarakat menjadi kebingungan serta panik.

"Mengingatkan memori kita kehebohan yang sempat terjadi simpang siur, misalnya tanggal 17 Mei muncul kebijakan pegawai di bawah 45 tahun kembali ke kantor, kemudian tidak lama setelah itu tanggal 18 Mei, kesokan harinya dibilang itu bukan kebijakan yang diambil oleh pemerintah," terangnya.

2. Pemerintah harus terukur dalam ambil kebijakan

Editorial Team

Tonton lebih seru di