6 Fakta tentang Aksi Diam Tuntut Penuntasan Kasus Wartawan Udin

Kota Yogyakarta, IDN Times- Bertepatan dengan 23 tahun peristiwa pembunuhan wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin sejumlah elemen masyarakat di DIY menggelar aksi diam.
Mereka yang menggelar menamakan diri Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) yang terdiri dari berbagai unsur elemen masyarakat sipil, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Indonesia Court Monitoring (ICM), Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), aktivis perempuan, seniman, juga masyarakat.
“Aksi diam 16-an untuk mengingatkan negara, bahwa kasus Udin hingga kini belum diusut tuntas. K@Mu menolak lupa,” kata Koordinator K@MU, Tri Wahyu saat ditemui IDN Times seusai aksi diam untuk memperingati 23 tahun pembunuhan Udin di depan Istana Negara Gedung Agung, Malioboro Yogyakarta, Jumat, 16 Agustus 2019.
Selain itu, mereka mengajak masyarakat Yogyakarta untuk tetap ingat bahwa ada kasus pembunuhan yang menimpa wartawan yang sampai saat ini belum diusut tuntas.
pemilihan waktu aksi diam untuk Udin tiap tanggal 16 karena Udin meninggal dunia pada 16 Agustus 1996. Sebelumnya dia dianiaya hingga koma pada 13 Agustus 1996.
Ada enam fakta dari aksi diam 16-an untuk Udin yang telah menginjak tepat 60 kali per 16 Agustus 2019 itu.
1.Lokasi aksi berawal dari depan Kantor Polda DIY kemudian bergeser ke depan Istana Negara
Awalnya, aksi diam 16-an itu digelar pertama kali di depan Kantor Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 16 September 2014. Pada tahun itu, kasus pembunuhan Udin memasuki usia 18 tahun. Pada usia tersebut, sempat dikhawatirkan kasus berhenti karena kasus dinilai telah kedaluwarsa. Namun sejumlah aktivis tetap gigih menolak kedaluwarsa karena kasus Udin bukan sekadar kasus pidana biasa, melainkan kasus pelanggaran HAM.
“Jadi Polda DIY merupakan representasi aparat penegak hukum yang punya kewenangan untuk mengusutnya hingga tuntas,” kata Tri Wahyu.
Usai beberapa kali melakukan aksi di depan Polda DIY, aksi pun bergeser ke depan Istana Negara Gedung Agung Yogyakarta yang merupakan representasi negara.
“Enggak cukup kalau arahnya ke polisi. Kami dorong Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan untuk menuntaskan,” kata Tri Wahyu.
Mengingat Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2019 menyebutkan perlu adanya penegakan hukum yang bermartabat, terpercaya, dan bebas korupsi. Sedangkan Udin adalah gambaran pejuang anti korupsi karena dia dibunuh usai menulis sejumlah berita tentang kasus-kasus korupsi di Bantul pada masa itu.
“Kalau Presiden mau membumikan Nawacita, ya tuntaskan kasus Udin. Karena kalau tak tuntas akan muncul kasus-kasus baru,” kata Tri Wahyu.