Ilustrasi Berhubungan Intim (Unsplash/Womanizer Toys)
Ketika berbicara soal seks atau berhubungan intim, mungkin banyak orang setuju bahwa aktivitas tersebut merupakan sebuah hal yang menyenangkan yang biasa dilakukan oleh pasangan yang telah menikah. Namun, hal tersebut tak berlaku bagi mereka yang mengalami genophobia.
Seseorang yang mengalami genophobia merasa takut untuk melakukan sex atau berhubungan intim. Bahkan, bagi sebagian penderita, memikirkan hal yang berkaitan dengan seks saja sudah dapat memunculkan rasa takut dan panik. Rasa takut tersebut dapat disertai nausea, rasa pusing, kesulitan bernapas, jantung berdebar kencang, dan berkeringat.
Genophobia sendiri dapat muncul akibat beberapa permasalahan fisik dan emosional. Dimulai dari vaginismus atau kondisi ketika otot vagina mengalami pengencangan akibat adanya upaya penetrasi. Rasa sakit yang ditimbulkan akibat upaya penetrasi dapat membuat wanita takut untuk melakukan hubungan seksual.
Selain pada wanita, gangguan ereksi pada organ reproduksi pria dapat membuat penderitanya merasa malu dan stress hingga menyebabkan rasa takut untuk melakukan sex. Performa seksual juga menjadi penyebab seseorang mengalami genophobia. Kemudian, pengalaman buruk atau trauma di masa lalu, seperti pernah mengalami kekerasan seksual, pemerkosaan, dan body shaming juga turut dapat menyebabkan timbulnya genophobia.
Sama seperti fobia pada umumnya, penderita genophobia dapat menjalani perawatan melalui cognitive behavorial therapy (CBT) dan terapi seks jika rasa takut tersebut ditimbulkan oleh hal yang berkaitan dengan kondisi kejiwaan. Sedangkan jika penyebab rasa takut berkaitan dengan kondisi fisik, dapat diatasi dengan berkonsultasi dan mendapatkan perawatan langsung dari dokter yang ahli dalam bidang tersebut.