Gempa Jogja 2006 (Dok. IDN Times)
Idham melanjutkan, kondisi semakin tak terkendali ketika ada isu tsunami yang melanda kawasan selatan Bantul dan banyak warga yang meninggalkan rumah untuk mengungsi ke utara atau ke tempat yang dinilai aman. Tidak lagi berpikir harta benda dan hanya ingin menyelamatkan nyawanya.
"Ada yang mengikat jenazah keluarganya di pohon agar ketika air datang tidak hanya hanyut dan ketika tsunami berakhir masih bisa memakamkan keluarga," katanya.
Beberapa jam kemudian, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X juga langsung datang ke RSUD Bantul untuk melihat kondisi lapangan yang sebenarnya dan dengan beberapa pejabat di Bantul yang bisa berkumpul melakukan peninjauan lapangan hingga sampai ke Pundong.
"Sangat sedih ketika rumah rakyat banyak yang roboh dan masih ada keluarga yang mencari kerabatnya yang berada dalam runtuhan bangunan rumah,"ungkapnya.
Idham mengaku harus ada langkah cepat untuk menangani kondisi darurat sehingga langsung digelar rapat dengan DPRD untuk mengubah anggaran yang semuanya untuk penanganan gempa bumi (kondisi darurat). Termasuk mengundang rapat dengan lurah dan camat karena pada waktu itu ekonomi masyarakat nyaris berhenti, tidak ada lagi orang jualan di pasar, tidak ada lagi orang yang bertani, mengairi sawah dan memanen padi.
"Kita harus menggerakkan ekonomi masyarakat, karena saya mendengar semua masyarakat hanya menunggu bantuan. Jika dibiarkan akan menjadi fatal," ungkapnya.
Tidak mudah melalui kondisi darurat gempa, apalagi ada dari pejabat pemerintah pusat yang tidak percaya ada kematian yang mencapai ribuan karena tidak ada makam massal.
"Saya menemui pejabat tersebut dan saya meyakinkan data yang diberikan adalah kenyataan dan akhirnya pejabat tersebut akhirnya percaya," terangnya.
Yang menambah pusing, kata Idham, adalah adanya kepastian bantuan rumah roboh hanya dapat Rp 15 juta dan diberikan secara bertahap atau termin.
"Dengan uang Rp 15 juta itu sampai di mana untuk membangun rumah. Namun dengan semangat gotong royong uang senilai Rp 15 juta tetap bisa terbangun rumah yang telah dinilai oleh BPK RI nilai rumah tersebut diperkirakan mencapai Rp30 jutaan," ucapnya.
Gotong-royong dalam membangun rumah dan juga adanya relawan dari berbagai daerah di Magelang dan daerah lainnya yang ikut membantu mempercepat proses rekonstruksi sehingga dalam dua tahun hampir seluruh rumah yang roboh bisa dibangun kembali. Menurutnya, hal ini catatan bahwa Bantul paling baik dalam penanganan gempa di Indonesia bahkan di dunia.
"Saya juga terus menanamkan Bantul Bangkit, kehilangan nyawa dan harta tidak seberapa asal tidak kehilangan harga diri. Jangan sampai ada warga Bantul yang mengemis karena bencana gempa bumi," ungkapnya.