Pernyataan Presiden Boleh Kampanye, PSHK UII: Perkeruh Pesta Demokrasi

Jokowi disebut salah kaprah dalam memahami etika

Sleman, IDN Times - Pernyataan Pusat Studi Hukum Konstitusi
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut seorang presiden boleh memihak dan berkampanye sepanjang ikut aturan dan tak memakai fasilitas negara. PSHK FH UII menilai pernyataan Jokowi itu sudah memperkeruh suasana pesta demokrasi.

"Pernyataan dan sikap yang demikian telah memperkeruh dan membuat gaduh suasana kampanye Pemilu dan Pilpres 2024 yang sudah berjalan secara relatif demokratis selama akhir 2023 dan menjelang Februari 2024," tulis pernyataan resmi dari PSHK FH UII.

1. Jokowi salah kaprah

Pernyataan Presiden Boleh Kampanye, PSHK UII: Perkeruh Pesta DemokrasiPresiden Joko Widodo (dok. Sekretariat Presiden)

Selain memperkeruh dan membuat gaduh, menurut Direktur PSHK FH UII Dian Kus Pratiwi, pihaknya juga telah merilis sejumlah catatan menyikapi pernyataan Jokowi itu. 

PSHK FH UII salah satunya menilai Jokowi telah salah kaprah memaknai ketentuan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (1) UU HAM serta Pasal 281 dan 304 UU Pemilu yang menjadi dasar hak presiden untuk berpihak bahkan ikut serta dalam kampanye Pemilu 2024.

"Intinya bahwa presiden masih berhak memilih dan berpihak serta ikut serta melaksanakan kampanye, asalkan tidak menggunakan fasilitas negara dan dalam kondisi cuti di luar tanggungan negara adalah pemahaman yang salah kaprah dalam etika demokrasi yang sehat serta bentuk pelanggaran atas asas-asas pemilu," tulis PSHK FH UII.

2. Tak mampu memisahkan figur personal dan jabatan presiden

Pernyataan Presiden Boleh Kampanye, PSHK UII: Perkeruh Pesta DemokrasiPresiden Jokowi hadir dalam acara penyerahan pesawat kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. (dok. Sekretariat Presiden)

Dian melanjutkan, salah kaprah juga tercermin dari betapa sulitnya memisahkan fakta antara figur seorang Jokowi sebagai personal individu yang tetap memiliki hak berpolitik dan selaku presiden yang menjalankan kekuasaan pemerintahan dan pelayanan publik sehingga dibatasi kekuasaannya termasuk hak politiknya.

"Salah kaprah juga terlihat dari inkonsistensi sikap Presiden selama ini yang selalu menekankan netralitas presiden, bahkan mengajak kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN), POLRI dan TNI untuk bersikap netral, tetapi pucuk pimpinannya yakni presiden justru ingin melenggang dengan berpihak dan berkampanye dalam pemilu," tulisnya.

Baca Juga: Jokowi Pamerkan Aturan Presiden Boleh Kampanye Pakai Kertas Besar

3. Jangan maknai setengah-setengah

Pernyataan Presiden Boleh Kampanye, PSHK UII: Perkeruh Pesta DemokrasiPresiden Joko "Jokowi" Widodo ketika ikut menyaksikan penyerahan Super Hercules C-130 J di Halim. (Dokumentasi Media Menhan)

Dian menegaskan, pemahaman hak politik seorang presiden semestinya dimaknai secara komprehensif dan holistik. Dalam arti, tidak hanya menekankan soal masih diperbolehkannya berpihak dan ikut serta dalam kampanye, namun juga terbatas pada etika pemilu yang sehat dan etika menjalankan kekuasaan pemerintahan yang bebas dari KKN sebagaimana amanat Reformasi 1998.

Dian menjelaskan, beberapa konstitusi di berbagai negara seperti Prancis, Turki, Kosovo, Albania bahkan secara tegas menihilkan fungsi politik partisan seorang presiden setelah terpilih supaya tercipta iklim demokrasi yang sehat dan beretika.

Netralitas sebagai presiden sudah tersirat di dalam aturan main tertinggi dalam bernegara. Antara lain, Pasal 4 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945.

Intinya disebutkan jika presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan wajib tunduk pada konstitusi; bersumpah akan memenuhi kewajiban kepala negara dengan sebaik-baik dan seadil-adilnya juga berbakti kepada  nusa dan bangsa serta Pemilu harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil).

"Ketentuan demikian mengamanatkan bahwa Presiden dalam Pemilu harus bersikap seadil-adilnya dan tunduk pada asas luber jurdil," tegasnya.

4. Rekomendasi PSHK FH UII

Pernyataan Presiden Boleh Kampanye, PSHK UII: Perkeruh Pesta DemokrasiIlustrasi pemilu. (IDN Times/Mardya Shakti)

Dengan sejumlah catatan di atas, maka PSHK FH UII mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Pertama, Presiden bersikap negarawan dengan tetap memegang teguh netralitas dan menghormati asas-asas Pemilu dalam Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945.

"Kedua, Presiden tetap fokus dalam menyelesaikan sisa tugasnya sampai akhir tahun 2024 dan tidak melakukan manuver-manuver yang justru memperkeruh dan membuat gaduh proses Pemilu 2024," tutupnya.

Baca Juga: Presiden Boleh Berkampanye, Mahfud MD: Silakan Saja

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya