BNPT Usul Kontrol Rumah Ibadah, Ini Tanggapan PP Muhammadiyah

Kontrol rumah ibadah untuk antisipasi terorisme

Sleman, IDN Times - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel, mengusulkan adanya sebuah mekanisme kontrol rumah ibadah dalam rapat bersama Komisi III DPR RI pada Senin (4/9/2023) lalu.

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, pun buka suara menanggapi usulan tersebut.

1. Respons Muhammadiyah: Jangan awasi tempat ibadah

BNPT Usul Kontrol Rumah Ibadah, Ini Tanggapan PP MuhammadiyahKetua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Haedar berpendapat jika upaya kontrol terhadap tempat-tempat ibadah hanya akan membuat nuansa kebangsaan menjadi tak proporsional. Baginya, terkesan dramatis dengan alarm yang sewaktu-waktu bisa berbunyi.

"Masjid dan tempat-tempat ibadah lain itu menjadi sumber api nilai berbangsa, bahkan menjadi sumber nilai etika masyarakat. Bahwa agama umat beragama di Indonesia itu punya sejarah panjang melekat dengan denyut nadi kehidupan bangsa, ikut memperjuangkan kemerdekaan dengan darah dan meletakkan fondasi keindonesiaan bersama seluruh komponen bangsa," kata Haedar di UII, Sleman, Kamis (8/9/2023).

Guru besar sosiologi itu berpandangan, apabila timbul suatu kasus yang dikaitkan dengan agama atau umat beragama tertentu, maka semestinya tindakan-tindakan yang ditempuh harus sejalan dengan hukum. Bukannya justru menciptakan kebijakan yang bersifat menggeneralisasi.

"Nanti dampak luasnya apa, bahwa sosial order, ketertiban sosial itu kehilangan daya kulturalnya. Di mana satu kekuatan kultural bangsa kita itu kan umat beragama, jadi kami percaya kepala BNPT dan jajaran BNPT untuk meninjau kembali dan tidak melanjutkan langkah untuk mengawasi tempat ibadah," tegas Haedar.

2. Pelibatan masyarakat endorsan pemerintah bisa picu konflik horizontal

BNPT Usul Kontrol Rumah Ibadah, Ini Tanggapan PP MuhammadiyahIlustrasi toleransi agama (IDN Times/Mardya Shakti)

Haedar juga tak bisa membenarkan usulan Rycko terkait mekanisme kontrol rumah ibadah yang melibatkan masyarakat.

"Pengawasan oleh masyarakat itu justru ketika di-endorse oleh negara, akan menjadi masalah baru. Nanti akan membuka potensi konflik antargolongan, antarmasyarakat," kata Haedar.

Ia memandang kalau masyarakat sebenarnya telah mempunyai mekanisme diri berupa kontrol satu sama lain. Menurut Haedar, itu merupakan sebuah mekanisme sosial yang wajar.

"Tapi ketika itu di-endorse oleh negara supaya mengawasi masjid, mengawasi gereja, dan seterusnya itu malah berpotensi menciptakan konflik horizontal," ujarnya.

Baca Juga: Haedar Sambut Baik Usulan Larang Naik Haji Lebih dari Sekali

3. Sudah hampir waktunya pemilu, jangan bikin tak kondusif

BNPT Usul Kontrol Rumah Ibadah, Ini Tanggapan PP MuhammadiyahIlustrasi pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Maka dari itu, Haedar menegaskan pentingnya kearifan, kecerdasan, dan tanggung jawab yang lebih luas baik dari BNPT. Situasi kondusif diperlukan terlebih jelang datangnya masa pemilu 2024.

"Jadi di sinilah pentingnya kearifan, kecerdasan dan tanggung jawab yang lebih luas, baik dari BNPT maupun dari instansi pemerintah, lebih-lebih mau pemilu 2024, yang memerlukan suasana yang kondusif," pungkas Haedar.

4. Penjelasan BNPT soal usulan kontrol rumah ibadah

BNPT Usul Kontrol Rumah Ibadah, Ini Tanggapan PP MuhammadiyahKomisaris Jenderal Rycko Amelza Dahniel (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Sebelumnya, Rycko menjelaskan mekanisme kontrol di tempat ibadah ini diusulkan dengan menggarisbawahi pentingnya melibatkan masyarakat setempat dalam pengawasan. Atau bukan kontrol penuh dan sepihak oleh pemerintah. 

"Terhadap penggunaan tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan rasa kebencian, kekerasan, mekanisme kontrol itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol. Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat," terang Rycko dalam keterangan resmi BNPT, Selasa (5/9/2023).

Menurutnya, mekanisme kontrol ini tidak mengharuskan pemerintah mengambil kontrol langsung. Akan tetapi mekanisme yang dapat tumbuh dari pemerintah dan masyarakat. Ia mengatakan, pengurus masjid dan tokoh agama setempat bisa berperan dengan melaporkan aktivitas atau ajaran yang berpotensi radikal.

Pendekatan yang diusulkan, lanjut Rycko, adalah melibatkan tokoh agama dan masyarakat setempat dalam memonitor dan memberikan peringatan kepada individu yang terlibat dalam penyebaran pesan kebencian dan kekerasan.

Kemudian, warga yang terindikasi menebar gagasan kekerasan dan anti moderasi beragama bisa dipanggil, diberikan edukasi, diberikan pemahaman, ditegur serta diperingatkan oleh aparat setempat.

"Kalau pemerintah yang mengontrol tak akan sanggup," papar Rycko.

Ia mengklaim BNPT telah melakukan studi banding ke negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Maroko yang menerapkan kendali langsung oleh pemerintah terhadap tempat ibadah. Namun, Rycko menyadari bahwa situasi di Indonesia berbeda, dan oleh karena itu, ia mengusulkan mekanisme kontrol yang bersifat kolaboratif dengan masyarakat.

Rycko sendiri mengusulkan mekanisme moderasi beragama di rumah ibadah saat menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR RI Irjen Pol (Purn) Safaruddin, yang menyinggung adanya karyawan PT KAI terpapar paham radikalisme beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Pemilu 2024, Muhammadiyah Tegaskan Tak Terlibat Politik Praktis

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya