Bawaslu Sebut Sejumlah Daerah Masih Rawan Politisasi SARA

Bawaslu minta masyarakat waspada

Yogyakarta, Sleman - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengungkap sejumlah daerah masuk dalam kategori kerawanan tinggi politisasi suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) jelang Pemilu 2024.

"DKI Jakarta menjadi peringkat pertama kerawanan tinggi politisasi SARA," kata Komisioner Bawaslu, Lolly Suhenty di Sahid Raya Hotel and Convention Yogyakarta, Selasa (10/10/2023).

1. 9 kabupaten/kota rawan politisasi SARA

Bawaslu Sebut Sejumlah Daerah Masih Rawan Politisasi SARAAnggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty (dok. Bawaslu)

Ia menambahkan, Maluku Utara menyusul DKI Jakarta di posisi kedua dalam peringkat kerawanan tinggi politisasi SARA. Lalu, ada pula Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Papua Barat, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat. 

Lolly melanjutkan, selain kategori di atas masih ada hasil pemetaan kerawanan politisasi SARA berdasarkan agregasi kewilayahan atau kabupaten/kota. Menurutnya, terdapat enam provinsi dengan kategori tersebut. Meliputi, Papua Tengah, DKI Jakarta, Banten, DIY, Papua Pegunungan, dan Maluku Utara. 

"Untuk kategori kabupaten/kota rawan politisasi ada sembilan, yakni Kabupaten Intan Jaya, Jayawijaya, Pandeglang, Kabupaten Puncak, Kabupaten Kepulauan Seribu, dan Kota Jakarta Pusat," katanya.

2. Etnis dan agama paling dominan

Bawaslu Sebut Sejumlah Daerah Masih Rawan Politisasi SARAIlustrasi SARA (IDN Times/Mardya Shakti)

Lolly menjelaskan, penilaian indeks kerawanan berdasarkan berbagai indikator, antara lain kampanye bermuatan SARA di media sosial, di tempat umum, penolakan calon, serta kekerasan berbasis SARA.

Kata Lolly, indikator di atas digunakan berdasarkan temuan pelanggaran pada Pemilu sebelumnya.

"Politisasi SARA ini paling dominan etnis dan agama karena berpotensi) di level provinsi dan kabupaten," bebernya.

Ia mengungkapkan, IKP ini bisa menjadi bagian pencegahan dan deteksi dini. Bukan cuma soal politisasi SARA, namun juga bisa untuk mengukur tingkat netralitas ASN pada pemilu.

 

Baca Juga: Guru di DIY Diminta Ajak Siswa Gunakan Hak Pilih saat Pemilu

3. Pelototi kampanye di medsos

Bawaslu Sebut Sejumlah Daerah Masih Rawan Politisasi SARAIlustrasi Facebook (IDN Times/Arief Rahmat)

Bawaslu sendiri tengah menyoroti secara khusus kampanye yang dilakukan di media sosial. Lolly berujar, pihaknya menilai kampanye melalui platform daring menjadi panggung paling rawan penyulut provokasi hingga kekerasan.

"Kami bekerja sama dengan pemangku kebijakan dengan teman-teman yang punya alat kecanggihan untuk tracking, juga teman-teman platform media sosial sendiri supaya mereka punya tanggung jawab," katanya.

Pemetaan yang telah dilakukan Bawaslu menunjukkan salah satu modus yang bisa memicu kemunculan politisasi SARA bersumber dari penggunaan medsos. Musababnya, informasi yang berseliweran dengan cepat sulit disaring dengan baik.

"Ini perlu diwaspadai bersama. Tak boleh lagi peristiwa luka yang sama terulang lagi pada Pemilu 2024. Kenapa? Pemilu serentak dekat sekali dengan Pemilu kepala daerah," katanya.

Kampanye dengan politisasi isu SARA lewat media sosial maupun tempat umum berpotensi memicu konflik hingga berujung kekerasan, intimidasi terhadap pemilih, peserta, penyelenggara, hingga perusakan fasilitas pemilu.

"Jika tidak dikelola dengan baik akan bermuara pada bentrok dan tindak kekerasan. Pemilu kita lalu tercerai berai, timbul permusuhan pascaresidu pemilu itu sendiri," kata dia.

"Kami harap masyarakat ikut aware (sadar) akan bahaya media sosial. Kami juga lakukan pelacakan bila terjadi peristiwa SARA di media sosial, seperti dengan Meta yang memiliki banyak platform. Kami juga punya channel pelaporan cepat untuk ditindaklanjuti," tutupnya.

Baca Juga: Kapolri Beberkan Alasan Pemilu 2024 Lebih Berat

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya