Tiket Pesawat Mahal, Pelaku Industri Pariwisata di Jogja Menjerit

Wisatawan memilih berlibur ke Singapura dan Malaysia

Intinya Sih...

  • Tiket pesawat domestik mahal membuat okupansi hotel di DIY turun 20-40 perseb
  • Kenaikan harga tiket pesawat mengurangi kunjungan wisatawan ke Jogja
  • Wisatawan beralih berlibur ke luar negeri seperti Singapura dan Malaysia

Yogyakarta, IDN Times- Mahalnya tiket penerbangan domestik membuat pelaku industri wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjerit. Kondisi ini berimbas terhadap penurunan angka kunjungan wisata. Tak hanya dirasakan pelaku wisata di level daerah, kebijakan ini berdampak signifikan terhadap iklim wisata nasional. 

Data DPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY menyebutkan, saat ini okupansi sudah terdampak. Pada medio Agustus 2024, tingkat hunian di hotel hanya berkisar 20 hingga 40 persen.

1. Okupansi anjok, minta kebijakan harga tiket dievaluasi

Tiket Pesawat Mahal, Pelaku Industri Pariwisata di Jogja MenjeritKetua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Ketua DPD PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono tak menampik kenaikan harga tiket pesawat adalah momok bagi dunia wisata di Jogja. Hal ini berimbas pada angka kunjungan wisata yang turun drastis. 

Bukan tanpa alasan, Deddy menyebut pesawat adalah salah satu akses utama wisatawan, terutama yang berasal dari luar Pulau Jawa. Kenaikan harga tiket domestik membuat calon wisatawan berpikir dua kali lipat untuk datang ke Jogja. 

“Tentunya ini sangat berdampak bagi kami PHRI, karena pesawat adalah salah satu akses untuk ke DIY bagi wilayah yang tidak bisa dijangkau dengan darat. Saat ini Agustus okupansi juga -rata hanya 20 sampai 40 persen se-DIY,” jelasnya saat dihubungi IDN Times melalui sambungan telepon, Senin (12/8/2024). 

Deddy meminta stakeholder mendengarkan keluhan para pelaku industri wisata. Kondisi ini menurutnya tak ubahnya saat pandemi Covid-19. Okupansi merosot drastis karena harga tiket pesawat yang terlampau tinggi. 

“Harusnya dievalausi dan kita stakeholder pariwisata perlu diajak diskusi. Sangat terasa, tapi kita masih terbantu dengan tamu yang jalan darat karena Jogja berada di tengah, jadi akses darat menjadi dekat. Perbandingan data wisatawan jalan darat 70persen dan udara 30 persen,” katanya. 

2. Wisatawan pilih ke Singapura daripada piknik ke Jogja

Tiket Pesawat Mahal, Pelaku Industri Pariwisata di Jogja MenjeritSuasana Teras Malioboro 2 Yogyakarta, Senin (12/8/2024). (Arianto/idntimes.com)

Plh Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) DIY Edwin Ismedi Himna membeberkan terdapat perubahan wisatawan pasca kenaikan harga tiket pesawat. Alih-alih berwisata ke Jogja, wisatawan memilih berlibur ke luar negeri. Ini karena selisih harga tiket pesawat yang tidak jauh berbeda. 

Kondisi ini menurutnya mulai terlihat pasca Pandemi Covid-19. Alih-alih ingin berwisata lantaran mobilitas terbatas selama pandemik, para calon wisatawan lebih memilih untuk berwisata ke Singapura dan Malaysia. 

“Tiket penerbangan satu jam domestik dengan ke luar negeri lebih murah ke luar negeri. Pergerakan wisatawan domestik pasca pandemi ini jadi lemah, khususnya untuk saudara di Sumatera. Mereka memilih ke luar negeri, Singapura dan Kuala Lumpur,” keluhnya.

Edwin menyebut rata-rata harga tiket pesawat dari Batam ke Jogja berkisar di atas Rp1,6 juta. Apabila mengambil pulang dan pergi maka mengeluarkan uang sebesar Rp3,2 juta. 

“Dari Sumatera mau ke Jogja lewat Batam harga satu jalan Rp1,6 juta, dan Rp3 juta sekian kalau PP. Sedangkan Rp4 juta sekian sudah paket tur ke luar negeri. Ini sudah kami keluhkan setahun belakangan tapi belum ada respon dari pemerintah,” katanya. 

Baca Juga: 3 Lokasi Syuting Musik Video Gala Bunga Matahari di Jogja

3. Pemerintah bentuk satgas tanpa libatkan pelaku industri pariwisata

Tiket Pesawat Mahal, Pelaku Industri Pariwisata di Jogja MenjeritSuasana Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta, Senin (12/8/2024). (Arianto/idntimes.com)

Edwin menuturkan kebijakan ini bertentangan dengan jargon Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Alih-alih menggiatkan kunjungan wisata domestik, strategi ini justru menekan angka kunjungan wisata. Kebijakan ini berdampak kepada pelaku industri wisata di Indonesia dan Jogja khususnya. 

Edwin yang menjabat sebagai Wakil Sekjen DPP ASITA ini menuturkan, pemerintah sama sekali belum melibatkan pelaku industri pariwisata. Terbaru adalah pembentukan satgas tiket pesawat. Dia menyebut forum ini sama sekali tidak melibatkan DPP ASITA maupun organisasi dan pelaku industri pariwisata lainnya. 

“Sampai hari ini kami di ASITA baik DPD maupun DPP belum dilibatkan dalam Tim Satgas ini. Kebetulan saya di Wasekjen DPP ASITA ,dan saya belum dengar salah satu dari kami masuk dalam tim satgas ini,” ujarnya. 

Edwin menilai langkah pembentukan satgas oleh Pemerintah bisa blunder. Terlebih jika tidak melibatkan pelaku pariwisata secara serius. Upaya ini menjadi percuma karena tak ada masukan dari pelaku di lapangan. 

“Ini kan kurang tepat ketika bentuk satgas tapi tidak libatkan pelaku industri, padahal ini terdampak dan mengerti masalah di lapangan kan industri, khususnya travel agen. Sampai dimana satgas melakukan evaluasi maupun berkaitan dengan kinerja satgas, kita belum dapatkan udpatenya sampai hari ini,” katanya.

Baca Juga: Biaya Hidup Mahasiswa Jogja 2024 Meningkat, Apa Sebabnya?

Arianto Photo Community Writer Arianto

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya