Ribuan Akademisi Berada di UGM Bahas Lingkungan, dan Sosial Ekonomi 

1.500 peserta datang dari 43 negara 

Sleman, IDN Times - Lebih 1.500 peneliti, akademisi, mahasiswa, seniman, dan praktisi dari 43 negara mengikuti konferensi international Association for Asian Studies (AAS)-in-Asia yang bertajuk Global Asias: Latent Histories, Manifest Impacts, di Universitas Gadjah Mada (UGM), 9-11 Juli 2024. Peserta berasal dari empat puluh tiga negara di antaranya berasal dari Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Kanada, Jerman, Belanda, Inggris, Korea Selatan, dan Australia, akan membahas keimigrasian, lingkungan hidup dan berbagai isu lainnya.

Rektor UGM, Prof. Ova Emilia mengatakan UGM menjadi institusi Indonesia pertama yang menjadi tuan rumah Konferensi AAS di Asia.

“Kita mengapresiasi dipilihnya UGM sebagai tuan rumah konferensi dengan tema konferensi Global Asias: Latent Histories, Manifest Impacts merupakan pengingat yang kuat akan peran UGM di Indonesia, Asia, dan sekitarnya,” katanya dalam pidato sambutan pembukaan konferensi AAS in Asia di Graha Sabha Pramana UGM, Selasa (9/7/2024).

Menurut Rektor, keberadaan UGM berlokasi di bagian strategis Asia sangat diuntungkan karena Asia adalah rumah bagi peradaban paling awal di dunia. " Budaya asli mereka merupakan sumber dari banyak praktik yang telah menjadi bagian integral masyarakat selama berabad-abad, seperti pertanian, perencanaan kota, dan agama. Geografi sosial dan politik benua ini terus mempengaruhi seluruh dunia," terangnya.

Di sisi lain, kata Prof. Ova, kekayaan budaya Asia dan sumber daya alam yang melimpah menarik berbagai kepentingan dan menempatkan Asia di jantung konflik global, namun juga menjadi tempat dimana masyarakat belajar tentang pembangunan perdamaian dan ketahanan. 

1. Tantangan negara di Asia dan peluang perkembangan AI

Ribuan Akademisi Berada di UGM Bahas Lingkungan, dan Sosial Ekonomi Rektor UGM, Prof. Ova Emilia. (Dok. Istimewa)

Sebagai salah satu kawasan berkembang paling dinamis di dunia, sejarah mencatat bahwa Asia menjadi tempat persaingan strategis yang ketat antar negara-negara besar. 

Selain itu dampak perubahan iklim semakin nyata dalam bentuk suhu global dan kenaikan permukaan air laut, ditambah erosi pantai, gelombang badai yang lebih tinggi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Ketidakseimbangan alam tersebut memicu efek bola salju pada seluruh aspek kehidupan, kesehatan, pendidikan, kemiskinan, dan seluruh aspek lain yang dinyatakan sebagai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Komplikasi permasalahan yang saling berkaitan memerlukan pendekatan analisis yang baru. Oleh karena itu, integrasi Artificial Intelligence (AI) ke dalam bidang humaniora merupakan suatu transformasi dalam mempelajari budaya dan sejarah manusia. Pergeseran paradigma ini mengubah cara tradisional kita melakukan penelitian, menganalisis informasi, dan berbagi wawasan. “AI memungkinkan peneliti menganalisis data dalam jumlah besar dan menemukan pola dengan kecepatan tinggi yang sebelumnya tidak mungkin dicapai,” katanya.

2. Keunggulan politik dan ekonomi di Asia

Ribuan Akademisi Berada di UGM Bahas Lingkungan, dan Sosial Ekonomi ilustrasi peta Asia (pexels.com/Nothing Ahead)

Prof. Ova menyatakan konferensi AAS di Asia memainkan peran penting dalam menghubungkan para sarjana dengan keprihatinan bersama. Konferensi ini menyediakan platform untuk menyatukan berbagai disiplin ilmu dan sudut pandang untuk mencapai pendekatan komprehensif guna mencapai kemajuan umat manusia. 

“Kami berharap suasana budaya Yogyakarta menginspirasi para peserta konferensi untuk memperkuat komitmen mereka untuk bergandengan tangan, memperkuat dampak kerja kami menuju kehidupan berkelanjutan,” ujarnya.

Baca Juga: Pakar UGM: Dinasti Politik Menjadi Penyakit Demokrasi

3. Memikirkan dunia yang harmonis

Ribuan Akademisi Berada di UGM Bahas Lingkungan, dan Sosial Ekonomi Pembukaan konferensi international Association for Asian Studies (AAS)-in-Asia yang bertajuk Global Asias: Latent Histories, Manifest Impacts yang berlangsung di kampus Universitas Gadjah Mada. (Dok. Istimewa)

President of the Association for Asian Studies (AAS), Hyaeweol Choi dari University of Iowa Amerika Serikat, menyampaikan alasan dipilihnya UGM sebagai tuan rumah karena Indonesia secara umum adalah lokasi yang sangat strategis untuk studi di Asia. Ditambah Yogyakarta adalah kota pendidikan menjadi tempat produksi dan distribusi ilmu pengetahuan baru. “Bagi saya sangat masuk akal untuk menyelenggarakan konferensi di sini, di pusat komunitas intelektual yang dinamis, jadi menurut saya ini adalah pilihan yang tepat,” atanya. 

Sebagai Presiden AAS, Professor Choi menegaskan konferensi AAS merupakan sebuah wadah yang penting bagi para sarjana di Asia dan negara lain untuk bergabung bersama dalam berbagi pengetahuan terbaru dan mutakhir. Selain untuk memikirkan masa depan agar dunia yang harmonis dan hidup berdampingan secara lebih berkelanjutan seperti yang kita hadapi banyak krisis termasuk masalah lingkungan demokrasi serta kesenjangan sosial-ekonomi. “Jadi kita semua yang terpelajar di sini, kita semua membahas semua permasalahan kontemporer berdasarkan agenda sejarah dan kontemporer,” katanya.  

Baca Juga: Buang Sampah Organik dan Anorganik di Kota Jogja Bakal Dijadwal

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya