Restrukturisasi Kredit Dampak COVID Berakhir, Ini Kata Kadin DIY

Pengusaha belum sepenuhnya bangkit setelah pandemi

Intinya Sih...

  • Kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk UMKM berakhir pada 31 Maret 2024.
  • Kadin DIY menilai kebijakan tersebut seharusnya tidak dihentikan sepenuhnya, karena sebagian UMKM belum bangkit dan menghadapi kendala perbankan.
  • OJK menyatakan bahwa industri perbankan memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi dinamika perekonomian, dengan berbagai indikator kondisi perbankan Indonesia dalam keadaan baik.

Yogyakarta, IDN Times - Kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak COVID-19 telah berakhir pada 31 Maret 2024 lalu. Kamar Dagang dan Industri Daerah Istimewa Yogyakarta (Kadin DIY) menilai seharusnya kebijakan tersebut tidak dihentikan sepenuhnya.

"Kalau bicara kondisi UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di DIY, sebagian sudah kembali normal, sebagian kecil belum tuntas dengan permasalahan usahanya (dampak pandemi COVID-19)," ujar Wakil Ketua Umum Kadin DIY Bidang Keuangan, Perbankan, dan Keuangan Syariah, Pasar Modal Wawan Hermawan, Rabu (17/4/2024).

1. Belum sepenuhnya UMKM bangkit setelah pandemi

Restrukturisasi Kredit Dampak COVID Berakhir, Ini Kata Kadin DIYIlustrasi pelaku UMKM.(Dok. IDN Times/istimewa)

Wawan mengungkapkan UMKM yang belum bisa bangkit sepenuhnya tersebut menghadapi kendala perbankan. Sehingga, ia menilai kebijakan pemerintah menghapus restrukturisasi kredit itu seharusnya ada kebijakan detail yang mengikutinya, atau tidak sepenuhnya dihapus.

"Harusnya ada satu kebijakan yang lebih detail. Dipilah-pilah dan dipilih, kalau memang dihapus semuanya seperti itu akan ada yang keberatan," ucap Wawan.

2. Kemudahan akses modal jadi harapan pengusaha

Restrukturisasi Kredit Dampak COVID Berakhir, Ini Kata Kadin DIYilustrasi bank (IDN Times/Aditya Pratama)

Wawan yang juga Ketua Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) DIY itu mengharapkan ada bidang tertentu yang jadi perhatian, karena belum bangkit sepenuhnya. Kemudahan modal kerja dinilainya sangat dibutuhkan.

Wawan mencontohkan pengusaha yang sudah ekspor memerlukan modal kerja yang besar agar bisa jalan. Selain itu, ia juga menyebut sektor lain seperti konstruksi masih dalam kondisi yang berat. "Sehingga kalau kami harapkan ada bidang tertentu yang memang harus ada satu kebijakan tersendiri sehingga bisa survive," kata Wawan.

Baca Juga: Membongkar Mitos dan Fakta tentang Kredit Usaha Rakyat

3. OJK nilai industri telah siap dengan penghapusan restrukturisasi

Restrukturisasi Kredit Dampak COVID Berakhir, Ini Kata Kadin DIYGedung OJK (Instagram OJK)

Sebelumnya, dalam keterangan pers, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa industri perbankan telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak COVID-19 pada 31 Maret 2024. Berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi COVID-19 oleh Pemerintah pada Juni 2023, serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi s​ektor riil.

Restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku UMKM. Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.

OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat (resilient) dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menyampaikan bahwa hal tersebut juga didukung oleh pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, dengan tingkat inflasi yang terkendali dan tumbuhnya investasi. Sejalan dengan hal itu, sejak diterbitkannya Keppres No. 17 Tahun 2023 pada Juni 2023 yang menyatakan status pandemi COVID-19 di Indonesia dinyatakan telah berakhir, aktivitas ekonomi masyarakat terus meningkat.

Berbagai indikator pada Januari 2024 menunjukkan perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik; tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) di level 27,54 persen, kondisi likuiditas yang ditunjukkan oleh Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 231,14 persen dan Alat Likuid/Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 123,42 persen serta tingkat rentabilitas yang memadai. Hal ini diharapkan dapat menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi perekonomian global yang masih tidak menentu. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga di bawah threshold 5 persen yaitu NPL Gross sebesar 2,35 persen dan NPL Nett sebesar 0,79 persen.

Baca Juga: Kemenkop UKM Dorong Pendanaan UMKM dari Perbankan Tanpa Agunan

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya