Pengamat Politik UGM Yakin Quick Count Tak Beda Jauh dengan KPU

Perbedaan tidak lebih dari 5 persen

Yogyakarta, IDN Times - Pakar Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arya Budi menyebut hasil quick count menjadi gambaran hasil akhir Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Menurutnya hasil akhir perhitungan KPU tidak akan jauh berbeda dengan hasil dari sejumlah lembaga survei.

Arya menjelaskan, perhitungan cepat ini merupakan metode yang sudah dilakukan berkali-kali di Indonesia, di luar negeri metode ini telah digunakan sejak tahun 1980an untuk mengawal proses demokrasi elektoral. "Nah di Indonesia juga hasil qucik count gak jauh berbeda dengan hasil KPU," kata Arya, Kamis (15/2/2024).

1. Perbedaan tidak lebih dari 5 persen

Pengamat Politik UGM Yakin Quick Count Tak Beda Jauh dengan KPUInfografis Prabowo-Gibran unggul perhitungan quick count di berbagai lembaga survei. (Aditya Pratama/IDN Times)

Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) UGM itu mengungkapkan, selisih hasil quick count lembaga survei dengan hasil KPU, hanya sekitar 1 persen, tidak lebih dari 5 persen.

"Nah hasi l quick count berbagai lembaga itu praktis tidak jauh berbeda dengan hasil KPU. Berdasar pengalaman quick count kita, baik nasional maupun Pilkada. Apalagi hasil quick count tidak hanya 1-2 lembaga, tapi ada belasan lembaga, dan lintas lembaga hasilnya juga tidak jauh berbeda," jelas Arya.

2. Hasil sementara quick count dan KPU tidak jauh berbeda

Pengamat Politik UGM Yakin Quick Count Tak Beda Jauh dengan KPUilustrasi pemilu (unsplash.com/Element5 Digital)

Arya menyebut jika melihat sejumlah lembaga survei saat ini, paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka unggul jauh dibanding paslon lainnya. Sejumlah lembaga survei menunjukkan angka 50 persen lebih, bahkan mendekati 60 persen. Angka 50 persen lebih tersebut juga tidak jauh berbeda dengan penghitungan suara sementara KPU.

"Jadi salah satu argumen kenapa hasil quick count seperti hari ini tidak jauh dari KPU, data 40an persen hasil Pilpresnya juga mirip, 02 disusul 01, kemudian 03 komposisi suaranya. Kemudian sampai hasil penghitungan tidak akan jomplang 10 persen, tiba-tiba 03 pemenang, atau 02 nomer 3, itu kecil sekali kemungkinan. Sehingga hasi quick count jadi rujukan penting," jelas Arya.

Baca Juga: Pasca Pilpres, Sultan Minta Jangan Terkotak-kotak harus Bangun Dialog

3. Quick count jadi pembanding hasil KPU

Pengamat Politik UGM Yakin Quick Count Tak Beda Jauh dengan KPUlogo KPU (kpu.go.id)

Arya juga menyebut hasil quick count menjadi pembanding rekapitulasi KPU, karena rekapitulasi KPU berjenjang, berbeda dengan quick count dari TPS langsung ke data center lembaga survei. Diungkapkannya quick count ini juga dilakukan sejumlah negara yang sistem pemerintahannya transisi ke demokrasi pada tahun 1980an.

"Jadi pembanding KPU. Jangan sampai yang langsung ini hasilnya berbeda, berarti ada yang salah dalam akumulasi suara dari TPS, ke desa, ke kecamatan, kabupaten, sampai provinsi. Quick count sejarahnya dilakukan oleh berbagai nergara yang melakukan transisi ke demokrasi dari otoriter di 80an, untuk menjadi pembanding dari penyelenggaraan Pemilu," ujar Arya.

Baca Juga: Jokowi Akui Minta Sultan Hamengku Buwono X Jembatani Bertemu Megawati

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya