Pakar UGM: Putusan DKPP soal Ketua KPU Langgar Etik Sangat Terlambat

Kandidat sudah tidak mungkin diganti

Yogyakarta, IDN Times - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy'ari, terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Calon Wakil Presiden pada 25 Oktober 2023 lalu. Pakar Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar atau yang akrab disapa Uceng, menilai keputusan tersebut terlambat.

"Itu memang problemnya karena putusan DKPP menurut saya terlambat," ujar Uceng di Kampus Universitas Isalm Indonesia (UII) Cik Di Tiro, Senin (5/2/2024).

1. Keputusan DKPP sangat terlambat

Pakar UGM: Putusan DKPP soal Ketua KPU Langgar Etik Sangat TerlambatPakar Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar Uceng. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Uceng menilai keputusan DKPP sangat terlambat, karena saat ini posisinya sudah mengunci. Sudah tidak mungkin lagi ada efek diskualifikasi. Padahal efek tersebut penting untuk menjaga demokrasi.

"Padahal menurut saya, efek diskualifikasi itu penting dalam menjaga demokrasi, tapi sekarang udah jadi serba sulit," ucap Uceng.

Hal tersebut juga tidak lepas karena Pemilu/Pilpres tinggal 9 hari lagi. Padahal untuk mengubah hal tersebut sudah tidak mungkin.

"Sekurang-kurangnya 60 hari kan, sebenarnya kalau kita pakai Undang-Undang dan PKPU, bahkan kalau kandidat meninggal kan udah gak bisa diganti tuh, kalau H-60. Jadi satu menurut saya ini terkesan telat ya. Saya gak tahu kenapa kemudian DKPP terlalu lama untuk memutuskan," kata Uceng.

2. Masalah etik yang tidak hanya sekali

Pakar UGM: Putusan DKPP soal Ketua KPU Langgar Etik Sangat TerlambatCapres nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka saat memberikan arahan ke relawan jelang hari pencoblosan di Kawasan Jakarta Selatan (5/2/2024). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Hal kedua yang disoroti Uceng, yang membuat ribet kondisi saat ini adalah tidak adanya konteks aturan implikasi yang jelas dari pelanggaran etik itu, dikonversi menjadi suatu implikasi hukum. Terlebih Uceng menilai ini bukan kesalahan etik pertama, ia menyoroti sebelumnya ada masalah di Mahkamah Konstitusi.

"Sayangnya sama, Mahkamah Konstitusi juga terkesan menghindari, kemudian tidak memutus sama sekali. Bahkan tidak mau mengorek-orek kembali putusan 90 (Putusan MK Nomor 90) sama sekali. Keputusan MK setelahnya itu kan cenderung seperti mau meninggalkan putusan 90 begitu saja, dengan mengatakan kami tidak terikat dengan pasal 17 Undang-Undang. selalu itu saja alasannya, padahal menurut saya saatnya kalau dia mau ngoreksi," ujar Uceng.

Baca Juga: Busyro Muqoddas Nilai Keputusan DKKP Merupakan Kejujuran Sejarah

3. Putusan etik jadi sandaran publik

Pakar UGM: Putusan DKPP soal Ketua KPU Langgar Etik Sangat TerlambatPakar Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar atau yang akrab disapa Uceng. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Paling penting menurut Uceng putusan etik itu harus dijadikan sandaran oleh publik. "Bahwa bagaimana mungkin kita memilih orang yang cacat secara etik, dan yang kedua bagaimana mungkin kita membiarkan kandidat pemimpin yang sengaja merekayasa kecacatan etik itu," ujar Uceng.

Dikatakan Uceng satu-satunya cara untuk mengkonversi dari pelanggaran etik itu menjadi penghukuman di bilik suara sementara waktu. "Sembari memang ke depan saya kira memang ada kewajiban besar untuk memperbaiki mulai dari impeachmentnya, membincangkan presiden, kemudian termasuk menjaga kepesertaan-kepesertaan kepemiluan seperti ini," ujar Uceng.

Baca Juga: Forum Cik Di Tiro Tetapkan Jokowi Jadi Bapak Politik Dinasti

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya