Guru Besar UGM: PBB Harus Tegas Selesaikan Masalah di Palestina

Palestina berhak menentukan nasibnya sendiri

Intinya Sih...

  • Palestina berhak menentukan nasibnya sendiri dan tinggal di tanah airnya.
  • Konflik Palestina-Israel melanggar norma jus cogens dan pendudukan bersifat temporal.
  • Perselisihan antara Palestina dan Israel tidak disebabkan oleh pertikaian agama, solusi pembagian wilayah di Palestina hampir mustahil.

Sleman, IDN Times - Konflik Palestina-Israel belum juga menemui titik terang hingga saat ini. Guru Besar Bidang Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sigit Riyanto, menilai Palestina sebagai negara berhak menentukan nasibnya sendiri dan tinggal di tanah airnya, selain itu PBB juga perlu bertindak tegas.

Prof. Sigit melanjutkan apalagi sudah ada pelanggaran terhadap norma jus cogens berupa genosida, pengusiran, pembantaian, baik sebelum atau sesudah Israel berdiri. Menurutnya, pendudukan sebelum abad 20 bisa jadi menjadi cara untuk memperoleh suatu wilayah, dan itu legally justified. Namun saat itu hukum internasional eurosentris, setelah berdiri PBB maka proses dekolonisasi terjadi.

“Maka yang namanya pendudukan tidak lagi menjadi cara yang diperbolehkan untuk menambah wilayah. Jadi pendudukan itu bersifat temporal, suatu saat harus dikembalikan,” ucap Sigit, Senin (18/3/2024).

1. PBB harus bertindak tegas

Guru Besar UGM: PBB Harus Tegas Selesaikan Masalah di PalestinaKantor PBB (twitter.com/@UNHumanRights)

Perkara di mahkamah internasional dalam memperjuangkan tanah Palestina menurut Sigit belum akan menemui titik terang jika PBB sebagai pemegang hak sengketa antarnegara belum bertindak tegas. 

"Apalagi dengan penolakan upaya gencatan senjata, akan terus ada korban jiwa yang berjatuhan di tanah Palestina sendiri. Bantuan dari negara-negara lain, termasuk dari Indonesia akan sulit dilakukan," jelas Prof. Sigit.

2. Perselisihan antara Palestina dan Israel

Guru Besar UGM: PBB Harus Tegas Selesaikan Masalah di PalestinaBendera Palestina. (Unsplash.com/Ahmed Abu Hameeda)

Sementara Dosen Hubungan Internasional UII, Hasbi Aswar, mengatakan perselisihan antara Palestina dan Israel ini tidak disebabkan oleh pertikaian antaragama, yakni muslim dan yahudi. Sebab, Yahudi sejak lama menempati wilayah Gaza, namun ketika paham zionis masuk, dan pemerintah Inggris menjalin kepentingan dengan zionis, barulah perebutan wilayah terjadi.

"Hari ini yang kita lihat, mayoritas wilayah Palestina itu dikuasai oleh Israel. Sekarang itu cita-cita dua negara sudah menjadi ‘mitos’, karena yang terjadi di Palestina sekarang bukan two-state, melainkan one-state reality. Walaupun ada Hamas dan Fatah yang berkuasa di tepi barat, tapi yang mengontrol darat, laut, udara Palestina ini adalah Israel," terang Hasbi.

Baca Juga: Palestina Kecam Israel yang Pasang Penghalang Besi di Al-Aqsa

3. Penjajahan tetap selama lebih dari 75 tahun

Guru Besar UGM: PBB Harus Tegas Selesaikan Masalah di PalestinaIlustrasi aksi demonstrasi mendukung Palestina di Jerman (Unsplash.com/Rami Gzon)

Menurut Hasbi, solusi pembagian wilayah secara adil dan merata di tanah Palestina sudah hampir mustahil untuk tercapai. Hal ini kemudian menimbulkan kondisi settled colonization atau penjajahan tetap selama lebih dari 75 tahun.

Ia mengapresiasi atas komitmen dan dukungan pemerintah Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina yang senantiasa disalurkan dengan berbagai cara. Tidak hanya pemberian bantuan pada masyarakat Palestina, namun juga upaya secara hukum pada Mahkamah Internasional. Badan hukum milik PBB atau The International Court of Justice (ICJ) memiliki setidaknya dua tugas, yakni memberikan fatwa hukum pada anggota PBB dan menyelesaikan sengketa antar negara. Pada salah satu ketentuan, untuk bisa membawa sengketa negara ke ranah ICJ diperlukan persetujuan antara kedua belah pihak.

Baca Juga: Tolak Genosida di Palestina, Reality Club Mundur dari Festival SXSW

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya