Ilmu Komunikasi UMY Kutuk Tindakan Intimidasi terhadap Jurnalis

- Program Studi Ilmu Komunikasi UMY mengutuk tindakan intimidasi pada jurnalis Tempo yang mengancam kemerdekaan pers dan mencederai demokrasi.
- Media memiliki peran penting sebagai pilar keempat dalam menjaga demokrasi, sehingga segala bentuk tekanan terhadap media dan jurnalis tidak dapat dibenarkan.
- Fajar Junaedi menegaskan perlunya aparat penegak hukum proaktif menangani kasus intimidasi terhadap media dan jurnalis untuk menciptakan ruang aman bagi kebebasan pers.
Yogyakarta, IDN Times - Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengutuk keras tindakan intimidasi pada jurnalis Tempo, Kamis (20/3/2025). Tindakan represi terhadap media tidak hanya mengancam kemerdekaan pers, namun juga mencederai demokrasi.
Ketua Prodi Ilmu Komunikasi UMY, Fajar Junaedi, menegaskan bahwa media memiliki peran penting sebagai pilar keempat (fourth estate) dalam menjaga demokrasi di suatu negara. Karena itu, segala bentuk tekanan terhadap media dan jurnalis tidak bisa dianggap sebagai kejadian insidental semata dan jelas tidak dapat dibenarkan.
“Tindakan represi terhadap media, tidak hanya mengancam kemerdekaan pers namun juga mencederai demokrasi. Jika situasi ini dibiarkan terus maka akan menjadi preseden buruk tidak hanya bagi media namun juga seluruh bangsa Indonesia,” ujar Fajar Junaedi, Jumat (21/3/2025).
1. Ancaman terhadap kebebasan pers
Melihat situasi yang terjadi, Fajar Junaedi menegaskan bahwa pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo adalah tindakan yang tidak bisa dibiarkan. Sebagai akademisi Ilmu Komunikasi yang peduli terhadap demokrasi, kebebasan pers, dan ruang bermedia di Indonesia, ia menilai tindakan tersebut sebagai ancaman terbuka terhadap jurnalis. Padahal, aktivitas jurnalistik seharusnya bisa dilakukan dengan aman tanpa tekanan dari pihak mana pun. Ia juga mengingatkan bahwa jurnalis dilindungi oleh UU Pers No. 40 Tahun 1999, sehingga tidak boleh mendapat teror atau intimidasi.
Fajar juga menyoroti bahwa ancaman terhadap jurnalis Tempo bukanlah yang pertama. Sebelumnya, Hussein Abri Dongoran mengalami intimidasi ketika mobilnya dirusak akibat pelemparan batu oleh orang tak dikenal. Sementara itu, data AJI mencatat sepanjang 2024 telah terjadi 73 kasus kekerasan terhadap wartawan, baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik.
“Bahkan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak pernah diusut tuntas dalam kerangka menegakkan keadilan dan demokrasi. Artinya, vakumnya intervensi pihak berwajib dalam penanganan kasus intimidasi kepada jurnalis sangat berpeluang membuat kasus serupa terjadi di masa mendatang,” ucap Fajar Junaedi.
2. Pernyataan sikap Ilmu Komunikasi UMY

Prodi Ilmu Komunikasi UMY pun menyampaikan pernyataan sikap. Pertama, mereka mengutuk keras tindakan intimidasi terhadap redaksi Tempo melalui pengiriman kepala babi yang ditujukan kepada jurnalis sekaligus host siniar Bocor Alus Politik (BAP), Francisca Christy Rosana. “Kedua, menegaskan sikap bahwa kami bersama Tempo dan mendukung penuh aktivitas jurnalisme Tempo yang berpihak kepada kepentingan publik dan memberikan ruang kepada kelompok lemah untuk ‘bersuara’ melalui pemberitaan media,” ujar Fajar.
Ketiga, Prodi Ilmu Komunikasi UMY mendesak aparat penegak hukum untuk lebih proaktif dalam menangani dan menuntaskan kasus intimidasi terhadap media dan jurnalis guna menciptakan ruang aman bagi kebebasan pers. Keempat, mereka juga mendorong media untuk terus menjalankan kerja jurnalistik secara independen, objektif, dan profesional sebagai pilar keempat demokrasi dengan tetap melakukan kontrol terhadap lembaga eksekutif, yudikatif, dan legislatif.
“Kelima, mengajak masyarakat untuk terus mendukung dan mengkonsumsi karya jurnalistik berkualitas demi menciptakan suasana bisnis media yang kompetitif, sehat dan berpihak pada kepentingan publik termasuk kelompok marginal dan rentan serta upaya-upaya penegakan demokrasi,” ucapnya.
3.Pentingnya menjaga media yang bebas dari tekanan
.jpg)
Fajar menegaskan bahwa pernyataan sikap ini merupakan bentuk tanggung jawab moral dan akademis dalam menjaga kebebasan media dari segala bentuk tekanan. Menurutnya, di tengah berbagai krisis dan gelombang protes terhadap elite politik, bangsa ini membutuhkan media yang mampu menyuarakan aspirasi publik serta mengontrol kekuasaan agar tetap berpegang pada prinsip demokrasi, termasuk check and balance, kebebasan berpendapat, dan akal sehat.
“Media adalah salah satu medium bagi publik untuk mendapatkan informasi dan ruang diskursus yang penting agar akal sehat itu terus terjaga. Dengan demikian merawat media tetap independen dan objektif adalah tugas kita semua,” tutup Fajar.