TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ekonom UGM Nilai Kenaikan UMP DIY  2023 Terlalu Tinggi  

Kenaikan UMP terlalu tinggi dikhawatirkan sebabkan PHK

google

Yogyakarta, IDN Times - Ekonom UGM, Mudrajad Kuncoro menilai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2023 sebesar 7,65 persen terbilang tinggi. Kenaikan yang dinilai tinggi itu dikhawatirkan menjadi beban dan berpotensi memunculkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM itu menyebut pertumbuhan ekonomi di DIY tidak setinggi kenaikan UMP tahun ini. "Jadi kalau hitungan teknis ekonomi, gak setinggi itu (kenaikan UMP)," kata Mudrajad, Rabu (30/11/2022).

 

1. Dipengaruhi faktor ekonomi dan politik

Ilustrasi uang (IDN Times/Arief Rahmat)

Mudrajad menyebut dalam penentuan upah terdapat dua faktor yang menjadi pertimbangan. Pertama, faktor ekonomi untuk memproyeksi tahun depan. Sementara, tahun depan diproyeksikan pertumbuhan ekonomi semua negara, termasuk Indonesia lebih rendah dibanding tahun ini.

"Kalau lebih rendah, gak mungkin lebih dari 5 persen. Lalu kemudian inflasi diperkirakan meningkat, karena ada resesi global tahun depan. Jadi kalau dari segi proyeksi ekonomi, kenaikan 7 persen itu, relatif tinggi menurut saya, yang berat nanti UMKM pasti mereka mengajukan keberatan," ujar Mudrajad.

Kedua, faktor politik. Disebutnya semua daerah di Indonesia menaikkan upah minimum. "Catatan saya antara 5-22 persen selama 10 tahun terakhir. Seluruh daerah itu menaikkan sebesar itu. Kalau tiap tahun naik kan berat," ucapnya.

Baca Juga: UMP DIY 2023 Diumumkan, Besaran Upah Naik Rp140.866,86  

2. Dampak pandemik Covid-19 pengaruhi usaha

ilustrasi infeksi virus corona COVID-19 (IDN Times/Mardya Shakti)

Lebih dari dua tahun dunia usaha di DIY terdampak pandemik Covid-19. Perusahaan mengalami kembang kempis agar dapat survive. "Di Yogyakarta rata-rata omset itu turun 20-100 persen ketika pandemik. Waktu itu berat, bisa tetep hidup saja, Alhamdulillah," kata Mudrajad.

Saat ini kondisi dunia usaha belum pulih sepenuhnya. Sejumlah sektor usaha belum mampu bangkit, meski pertumbuhan ekonomi sudah positif, tapi pemulihan belum merata di semua sektor.

"Jadi sebenarnya kalau saya boleh mengusulkan, ada dua hal yang dilakukan. Pertama, berdasarkan ability to pay, berdasar kemampuan bayar dari perusahaan. Lalu yang kedua adalah kesejahteraan. Buruh pasti menuntut setinggi-tingginya, kalau pengusaha serendah-rendahnya. Dua sisi tersebut tidak akan bertemu, sehingga pemerintah harus berdiri di dua kaki. Menyeimbangkan kepentingan buruh dan kepentingan perusahaan," ujar Mudrajad.

3. Dikhawatirkan sebabkan PHK

Ilustrasi PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Mudrjad mengkhawatirkan jika perusahaan mengikuti aturan upah minimum yang ada dikhawatirkan akan muncul PHK. Memang tidak mudah menurutnya menentukan UMP di tengah kondisi pandemik Covid-19, dengan berbagai rumus yang ada, termasuk pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

"Masalahnya kan dinamis itu. Bukan hitungan matematika pembagian, pengurangan dan perklian lho, tapi ini berkaitan dengan nasib perusahaan itu bisa survive tidak. Jalan gak kalau itu dinaikkan sebesar itu. Kalau dinaikkan, tapi kemudian terjadi pengurangan jumlah karyawan, otomatis kan pengangguran naik. Sementara pengangguran pasca pandemi itu cenderung naik di semua daerah, termasuk Yogyakarta," ujar Mudrajad.

Baca Juga: Bahas Kenaikan UMK, Bupati Sleman Janji akan Hati-hati 

Berita Terkini Lainnya