Menilik Konsep Bibit, Bebet, Bobot untuk Menemukan Pasangan Hidup

- Pemilihan pasangan hidup di masyarakat Jawa berdasarkan konsep bibit, bebet, bobot
- Bibit meliputi latar belakang keluarga dan kesehatan, Bebet mencakup status sosial dan pendidikan, Bobot berkaitan dengan kualitas dan kemandirian finansial.
- Konsep ini membantu membangun fondasi rumah tangga yang diidamkan untuk menghindari konflik dan perceraian.
Pernikahan adalah penyatuan dua insan sekaligus dua keluarga besar yang diharapkan menambah kebahagiaan. Masyarakat Jawa sangat selektif dalam memilih pasangan hidupnya, agar rumah tangganya langgeng sejahtera.
Tak hanya cinta, konsep bibit, bebet, bobot menjadi pedoman untuk menilai calon pasangan. Dengan memahami konsep ini, dapat membantu seseorang dalam mempertimbangkan calonnya, sosok yang seimbang dan sejalan dengannya.
Apa sebenarnya makna bibit, bebet, bobot ini dalam menemukan pasangan hidup menurut adat Jawa? Apakah masih relevan di zaman sekarang? Mari kita pelajari.
1.Pengertian bibit, bebet, bobot

Memilih pasangan hidup bukan hanya soal perasaan, juga pertimbangan beragam aspek lain demi masa depan rumah tangganya. Bibit, bebet, bobot adalah konsep yang jadi pedoman masyarakat Jawa saat memantapkan hati menikah dengan seseorang.
Terdapat tiga kriteria yang diperhatikan sebelum memutuskan menikah. Dikutip jurnal āPemilihan Pasangan Pernikahan Berdasarkan Weton (Studi Fenomenologi Nilai Bimbingan dan Konseling pada Tradisi Masyarakat di Desa Sepande Sidoarjo)ā karya Cholil, dkk. Berikut arti bibit, bebet, dan bobot pemilihan pasangan:
- Bibit, penentuan terkait keturunan dan latar belakang keluarga
Bibit artinya keturunan, dalam konteks pernikahan ini merujuk pada latar belakang keluarga calon pasangan, termasuk aspek kesehatan, sifat, hingga fisik. Aspek keturunan dianggap punya pengaruh terhadap kepribadian seseorang sehingga berpengaruh juga terhadap jalan hidup rumah tangga pengantin. Oleh karena itu, riwayat keluarga calon pasangan perlu diketahui secara jelas, apakah calon pasangan berasal dari keluarga yang baik secara jasmani dan rohani, serta memiliki sifat dan perilaku positif.
- Bebet, penentuan terkait status sosial, pendidikan, tampilan, hingga akhlaknya
Bebet merujuk pada hal-hal seperti status sosial calon pasangan meliputi pendidikannya, perilakunya dalam keseharian di masyarakat dan lingkungan lainnya, serta mengenai akhlaknya. Seseorang yang berbudi baik akan dihormati sekitarnya, dan punya kemampuan untuk membina rumah tangga harmonis sejahtera. Tingkat pendidikannya juga menjadi pedoman memilih pasangan yang sepadan denganmu, pola pikir yang saling mendukung, cara mendidik anak-anak, hingga cara menjalani kehidupan sosial keluarga setelah menikah.
- Bobot, penentuan berdasarkan kualitas dan kemandirian finansial
Bobot berkaitan dengan kondisi perekonomian seseorang. Ini juga berhubungan dengan profesi yang dijalaninya. Rumah tangga bahagia juga berhubungan dengan kestabilan keuangan, maka pedoman ini jangan dilewatkan. Bukan berarti memandang materi berlebih, namun pilihlah pasangan yang sudah stabil perekonomiannya.
Sosok yang sudah mempunyai pekerjaan tetap, akan dinilai mampu bertanggung jawab terhadap keluarga. Perihal finansial juga perlu dibicarakan sejak awal, saling jujur dan terbuka agar bisa mendapatkan pasangan yang ideal. Pasangan yang bisa saling menerima dan mendukung perekonomian keluarga ketika membina kehidupan pernikahan.
2.Peran orangtua dalam penentuan pasangan anaknya

Dalam masyarakat Jawa, pernikahan gak hanya menjadi urusan pribadi antara kedua calon mempelai, tetapi juga melibatkan keluarga. Orangtua memiliki peranan dalam penentuan pasangan hidup anaknya.
Bukan tanpa alasan, mengingat pernikahan adalah hal sakral dan berlangsung seumur hidup, maka pilihannya harus dipertimbangkan matang. Keputusan tetap di tangan calon pengantin, namun ada baiknya mempertimbangkan saran keluarga.
Didukung pernyataan Kartodirdjo dalam bukunya āPerkembangan Peradaban Priyayiā, keputusan menikah bukan tentang urusan cinta kedua calon saja, tapi juga menyangkut keluarga besarnya. Bukan untuk menghalangi, namun orangtua ingin anaknya memiliki rumah tangga bahagia. Dengan demikian, mereka juga ikut berpartisipasi mengenali calon menantunya menggunakan pedoman bibit, bebet, bobot.
Jangan terburu-buru, kenalkan dulu calonmu ke keluarga besar. Bergantian melakukan kunjungan agar mampu menilai kadar kecocokan kalian. Restu keluarga tetap perlu diperhitungkan untuk mendukung impianmu memiliki kehidupan rumah tangga yang menyenangkan.
3.Menghindari perpisahan dengan menerapkan konsep ini

Gak hanya bergantung pada besarnya cinta ke pasangan, pernikahan langgeng bahagia juga perlu kesetaraan antara suami istri. Konsep bibit, bebet, bobot dapat membantu membangun fondasi rumah tangga yang diidamkan, minim konflik apalagi sampai perpisahan.
Jika lebih banyak ketimpangan, tentu berat ketika nanti ada permasalahan. Perbedaan cara pandang, tingkat penghasilan, hingga kebiasaan bisa jadi hal yang terus memunculkan perdebatan gak sehat.
Sebagai contoh, ketika pendidikan pasangan berbeda jauh ini juga tantangan sebab bisa memengaruhi pola pikir hingga cara berkomunikasinya. Salah paham terus terjadi dan ini menjadi potensi masalah yang bisa berujung pada perceraian.
Tentu saja, gak ada jaminan pasti juga pernikahan akan mulus selamanya. Namun, dengan mampu tepat memilih pasangan yang terbaik untukmu, maka peluangmu semakin besar untuk bisa memiliki hubungan rumah tangga yang baik, sehat, stabil dan bertahan lama.
Konsep bibit, bebet, bobot yang dianut masyarakat Jawa dalam tahapan memilih pasangan hidup masih relevan di zaman sekarang. Penerapannya bisa lebih fleksibel menyesuaikan kondisi terkini.
Pilih pasangan hidup bukan hanya karena cinta sesaat, tapi pertimbangkan juga aspek lainnya yang mendukung jangka panjang kehidupan rumah tangga. Jangan asal pilih pasangan biar kehidupan pernikahan kalian bahagianya gak cuma di awal doang. Cek dulu bibit, bebet, bobot-nya.