4 Kebiasaan Toxic yang Sering Dianggap Wajar Saat Lagi PDKT

- PDKT bisa jadi bibit masalah besar di masa depan karena sering menormalisasi kebiasaan toxic.
- Over communication bisa jadi tanda posesif, candaan yang nyelekit sebenarnya toxic, dan sinyal merendahkan dari gebetan manipulatif.
- Tuntutan pengorbanan sepihak dalam PDKT berbahaya, hubungan sehat dibangun dari komunikasi dan rasa saling menghargai.
PDKT memang masa-masa yang seru banget. Rasanya tiap hari deg-degan nunggu chat masuk, senyum-senyum sendiri saat lihat notifikasi, sampai stalking Instagram-nya sudah kayak rutinitas wajib. Tapi di balik semua rasa berbunga-bunga itu, sebenarnya banyak juga sikap atau kebiasaan toxic yang sering dianggap wajar, padahal bisa jadi bibit masalah besar ke depannya.
Karena lagi suka-sukanya, kita sering menormalisasi hal-hal yang sebenarnya tidak sehat. Padahal, kalau dari awal sudah ada tanda-tanda toxic, besar kemungkinan hubungan ke depannya juga tidak akan sehat. Makanya, penting buat lebih jeli dan jangan cuma terbuai rasa suka. Ini dia empat kebiasaan toxic yang sering banget terjadi saat PDKT tapi tidak disadari.
1. Over komunikasi yang dikira perhatian

Awalnya sih senang, tiap jam ada chat masuk, ditanyai sudah makan atau belum, lagi di mana, sama siapa. Tapi lama-lama kok terasa seperti diinterogasi terus, ya? Nah, over communication seperti ini sering banget disalahartikan sebagai perhatian. Padahal, bisa jadi itu tanda posesif yang dibungkus manis dengan kata "peduli".
Perhatian yang sehat tuh tidak membuat kamu merasa dikekang. Kalau dia marah hanya karena kamu telat membalas chat atau sedang sibuk dengan teman-temanmu, itu sudah red flag. PDKT seharusnya bikin kamu nyaman, bukan malah merasa diawasi 24 jam. Jadi, kalau dari awal sudah seperti ini, jangan buru-buru mengira itu tanda dia sayang. Bisa jadi, dia belum bisa mengontrol rasa cemas dan insecure-nya sendiri.
2. Bercanda yang merendahkan, tapi dibela dengan "aku kan cuma bercanda"

Banyak yang tidak sadar, candaan yang nyelekit itu sebenarnya toxic. Misalnya, dia bilang kamu gendutan, rambutmu seperti sapu ijuk, atau mengatakan kamu tidak akan bisa dapat yang lebih baik darinya—tapi semuanya dibungkus dengan, “Aku cuma bercanda, kok.” Nah, ini jelas bukan bentuk kasih sayang atau humor yang sehat.
Kalau kamu merasa tidak nyaman, ya itu valid. Rasa sakit hati bukan karena kamu tidak punya selera humor, tapi karena dia memang tidak tahu batas. Candaan yang sehat adalah yang membuat kedua belah pihak tertawa, bukan cuma satu yang puas, sementara yang lain menelan ludah sambil pura-pura ketawa. Kalau dari masa PDKT saja kamu sudah direndahkan, bagaimana nanti saat sudah jadi pasangan? Jangan biasakan candaan yang merusak kepercayaan dirimu sendiri.
3. Bikin kamu merasa beruntung banget bisa dekat dengannya

Ini tipe gebetan yang sering ngasih sinyal seolah-olah kamu tuh yang “beruntung” bisa dekat sama dia. Bisa dalam bentuk pujian yang ujung-ujungnya merendahkan, seperti, “Biasanya aku gak tertarik sama orang kayak kamu, tapi entah kenapa kamu beda.” Kedengarannya manis, tapi kalau dipikir-pikir, itu manipulatif banget.
Kalau kamu dibuat merasa bahwa dia ada di atas kamu dan kamu harus selalu bersyukur dia mau PDKT, hati-hati. Itu bisa jadi cara dia menanamkan rasa rendah diri sejak awal. Hubungan yang sehat gak bikin kamu merasa “ketinggian” buat dekat sama seseorang. Justru seharusnya kamu merasa dihargai dan setara. Jadi, jangan buru-buru terbuai kalau dia bikin kamu merasa inferior dengan cara yang halus.
4. Selalu minta bukti cinta padahal belum jadi siapa-siapa

Baru juga PDKT, tapi sudah minta ini-itu. Minta bukti cinta dengan cara ninggalin teman, menghapus kontak mantan, atau bahkan minta dibelikan sesuatu. Ini bahaya banget, karena seolah-olah cinta itu harus selalu dibuktikan lewat pengorbanan sepihak. Dan yang paling parah, kamu merasa itu normal karena kamu suka sama dia.
Kalau dari awal saja dia sudah menuntut macam-macam, bagaimana nanti setelah resmi pacaran? Bukti cinta itu tidak harus berupa pengorbanan yang tidak masuk akal, apalagi kalau statusnya masih PDKT. Hubungan yang sehat dibangun dari komunikasi dan rasa saling menghargai, bukan dari tekanan atau tuntutan. Kalau kamu merasa terpaksa menuruti semua kemauannya demi “membuktikan cinta,” mending pikir dua kali, deh.
PDKT seharusnya jadi masa yang bikin kamu merasa bahagia dan dihargai, bukan malah capek mental karena kebiasaan toxic yang kamu kira wajar. Jangan sampai karena kamu sudah suka, kamu jadi menormalisasi hal-hal yang bisa menyakitimu di kemudian hari. Cinta itu soal dua orang yang sama-sama tumbuh dan merasa aman, bukan yang satu dominan dan satu lagi terus mengalah. Jadi, yuk lebih peka dari awal, biar hubungan yang dibangun gak dimulai dari luka yang gak disadari.