ilustrasi wanita sedang menulis (unsplash.com/Sebastian Pandelache)
Jika terlalu banyak pilihan bisa membuat kita stres, bagaimana cara mengatasinya? Salah satu solusinya adalah dengan membatasi pilihan yang kita pertimbangkan. Alih-alih mencoba membandingkan setiap opsi yang ada, cobalah untuk membuat batasan. Misalnya, jika ingin membeli pakaian, tetapkan maksimal tiga pilihan dan pilih yang paling sesuai. Dengan cara ini, proses pengambilan keputusan menjadi lebih cepat dan tidak membebani pikiran.
Selain itu, kita juga bisa menerapkan konsep satisficing, yaitu memilih sesuatu yang cukup baik, bukan yang sempurna. Menurut psikolog Herbert Simon, ada dua tipe pembuat keputusan: maximizers (yang selalu mencari pilihan terbaik) dan satisficers (yang cukup puas dengan pilihan yang memenuhi kebutuhan mereka). Studi menunjukkan bahwa satisficers cenderung lebih bahagia karena mereka tidak membuang energi untuk mencari opsi yang sempurna.
Terakhir, latih diri untuk menerima keputusan yang telah dibuat. Daripada terus memikirkan kemungkinan lain, fokuslah pada manfaat dari pilihan yang sudah diambil. Jika kamu sudah membeli sebuah smartphone, jangan lagi membandingkannya dengan model lain. Sebaliknya, nikmati fitur-fiturnya dan gunakan dengan maksimal.
Meskipun kita cenderung berpikir bahwa semakin banyak pilihan akan membuat hidup lebih baik, nyatanya, terlalu banyak pilihan bisa membuat kita cemas dan tidak bahagia. Fenomena The Paradox of Choice menunjukkan bahwa memiliki terlalu banyak opsi bisa menyebabkan stres, penyesalan, dan berkurangnya kepuasan dalam hidup.
Dengan membatasi pilihan, menerapkan konsep satisficing, dan belajar menerima keputusan yang telah dibuat, kita bisa mengurangi beban pikiran dan hidup lebih bahagia. Jadi, apakah kamu masih ingin terus mencari yang "terbaik" atau mulai menikmati yang sudah ada?