ilustrasi suplemen (unsplash.com/Daniel Dan)
dr. April menegaskan, suplemen seharusnya hanya digunakan dalam kondisi khusus seperti kehamilan atau kekurangan vitamin tertentu berdasarkan diagnosis medis. Dalam kondisi normal, kebutuhan vitamin sebetulnya bisa dipenuhi dari pola makan seimbang dan bergizi.
“Sumber terbaik vitamin tetap dari makanan alami. Pola makan seimbang dan bervariasi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan harian tubuh,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa beberapa produk suplemen sengaja diformulasikan dengan dosis tinggi tanpa edukasi yang memadai dari pihak produsen. Tak heran, kasus “urine mahal” istilah untuk suplemen yang akhirnya hanya terbuang lewat urine tanpa manfaat masih kerap terjadi.
Sebagai upaya pencegahan, masyarakat disarankan untuk lebih cermat memilih produk kesehatan. Anjuran Cek KLIK dari BPOM yang meliputi pengecekan Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa—wajib diperhatikan sebelum membeli suplemen. “Jika merasa ragu, segera konsultasikan dengan tenaga kesehatan. Jangan ragu juga untuk melaporkan produk mencurigakan melalui layanan HALOBPOM 1500533,” imbuh dr. April.
Lebih lanjut, ia mendorong pemerintah untuk memperketat regulasi suplemen, termasuk membatasi kadar kandungan dan memastikan label peringatan yang jelas.
“Saya rasa perlu ada survei nasional berkelanjutan untuk memantau pola konsumsi suplemen di masyarakat. Kita bisa belajar dari kasus di Australia, bahwa regulasi yang kuat pun bisa melemah jika pengawasan dan edukasi publik tidak berjalan seimbang,” pungkasnya.