Garuk Sampah, Gerakan Kolektif Bersihkan Polusi Visual di Yogyakarta

Mulai dari sampah plastik hingga sampah iklan dibabat habis

Yogyakarta, IDN Times - Sebuah kota besar seperti Yogyakarta tentu tak luput dari masalah sampah. Kamu pasti melihat masih ada sampah yang dibuang tidak pada tempatnya, atau banyak papan iklan rusak yang hingga lama tidak dilepas dan mengganggu estetika kota.

Meskipun pemerintah sudah memiliki instansi tersendiri untuk mengatasi masalah sampah yang mengganggu pemandangan Yogyakarta, nyatanya masih belum cukup sehingga menggugah seorang pemuda bernama Bekti Maulana untuk memulai sebuah gerakan positif bernama Garuk Sampah.

Baca Juga: Fourcolours Films, Rumah Produksi Jogja Hasilkan Karya Penuh Makna

1. Gerakan ini dipelopori para pesepeda di tahun 2014

Garuk Sampah, Gerakan Kolektif Bersihkan Polusi Visual di YogyakartaInstagram.com/garuksampah

Gerakan ini sudah dimulai sejak tahun 2014 silam. Awalnya gerakan ini hanya diikuti oleh sekelompok pesepeda yang merasa resah dengan adanya sampah yang berserakan di kawasan wisata, maupun ruang publik lainnya di Yogyakarta. 

"Jadi ya kelompok anak-anak muda gitu, yang kita senang sepedaan bareng keliling kota memperhatikan kota gitu. Terus nemu masalah ini deh, masalah sampah," ungkap Bekti saat dihubungi IDN Times pada Selasa (16/6).

Hingga tahun 2016-an, gerakan ini aktif membersihkan sampah seperti kemasan makanan dan minuman, bungkus permen, puntung rokok, dan berbagai sampah lain yang dibuang sembarangan.

2. Tak hanya sampah plastik, sampah visual juga menjadi fokus gerakan ini

Garuk Sampah, Gerakan Kolektif Bersihkan Polusi Visual di YogyakartaInstagram.com/garuksampah

Bekti menuturkan setelah fokus dengan sampah yang dibuang sembarangan, gerakan ini mulai melebarkan sayap untuk 'menggaruk' sampah lain yaitu iklan yang mengganggu estetika jalanan di Yogyakarta.

Tercatat mulai 21 Februari 2016 lalu yang sekaligus memperingati hari Peduli Sampah Nasional, Garuk Sampah memiliki agenda rutin untuk menggaruk sampah-sampah iklan  yang menimbulkan polusi visual di Kota Yogyakarta hingga ke wilayah utara seperti Kabupaten Sleman.

Menurut Bekti, sampah iklan juga harus diperangi. Sampah tersebut ada di mana-mana, seperti di pohon, tiang listrik, tiang lampu, hingga rambu-rambu lalu lintas, namun keberadaan sampah iklan cenderung terabaikan.

"Keberadaan mereka cenderung diabaikan oleh pemerintah maupun masyarakat setempat. Ya mungkin karena mereka sudah bertahan sangat lama masyarakat menganggap ini adalah hal yang lumrah, bukan sebuah pelanggaran atau kesalahan," tutur Bekti.

Sampah-sampah iklan yang dibersihkan oleh Garuk Sampah adalah iklan yang melanggar peraturan pemerintah setempat, seperti yang tidak sesuai penempatannya, sudah habis izinnya, hingga tidak memiliki izin. Garuk Sampah juga membersihkan tali-tali yang menumpuk di tiang-tiang pinggir jalan akibat sampah iklan hanya dipotong saja tanpa melepas tali pengikatnya.

Bekti juga menambahkan bahwa pemasangan iklan secara serampangan seperti itu justru membuat kondisi kota Yogyakarta menjadi terlihat kumuh, seakan tak terawat dan menyeramkan.

3. Garuk Sampah juga gunakan sosial media dan web untuk sadarkan masyarakat

Meski sudah ada sejak tahun 2014, gerakan ini kini tidak hanya aktif di lapangan saja, namun juga di internet. Melalui sosial media dan web garuksampah.org, mereka memberi edukasi tentang pentingnya kesadaran masyarakat terhadap sampah-sampah yang ada di Yogyakarta. 

"Kita juga mencoba untuk menyisipkan edukasi melalui akun sosial media untuk menyadarkan masyarakat bahasanya sampah ini adalah masalah yang serius," ungkap Bekti.

Jika dilihat akun sosial media dan webnya, Garuk Sampah memang terlihat aktif dalam mengedukasi dan melaporkan progres pembersihan sampah yang sudah mereka lakukan.

Baca Juga: Tagar Blacklivesmatter dan Papuanlivesmatter Menggema, Ini Faktanya 

4. Relawan Garuk Sampah selalu berganti

Garuk Sampah, Gerakan Kolektif Bersihkan Polusi Visual di YogyakartaInstagram.com/garuksampah

Karena Garuk Sampah merupakan sebuah gerakan, bukan komunitas atau organisasi, Bekti mengungkapkan bahwa orang-orang yang berada di balik Garuk Sampah selalu berganti-ganti kecuali dirinya sebagai kopyordinator (plesetan untuk koordinator di Garuk Sampah).

"Relawan datang dan pergi silih berganti karena rata-rata yang terlibat adalah pelajar dan mahasiswa yang berasal dari luar kota. Kita tidak memaksa relawan itu harus hadir terus. Enggak mengikat lah pokoknya," tutur Bekti.

Meskipun begitu, Bekti menuturkan bahwa jumlah relawan yang ikut turun langsung di dalam gerakan ini bisa mencapai 20 hingga 50 orang. Bekti juga menambahkan bahwa tidak jarang juga sampai 100 atau lebih relawan yang ikut gerakan ini.

Namun di kala pandemik corona, Bekti membatasi maksimal hanya 10 orang relawan yang bisa ikut, Itu pun diseleksi dan orang-orang terdekat saja yang bisa ikut agar tetap menjalankan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah.

Bekti mengatakan jika ada yang ingin bergabung dalam gerakan ini caranya sangat mudah.

"Cara gabungnya gampang sih kita nggak ada syarat khusus, nggak harus kirim foto, nggak harus isi form pendaftaran. Tinggal pantau sosial medianya tunggu informasi dalam bentuk posternya, catat lokasi dan waktunya, ya udah datang aja. Nggak ada batasan usia, latar belakang pun tidak terlalu kita perhatikan, kecuali politik. Tendang!" tuturnya.

5. Bergerak secara independen, tanpa donatur dari pihak mana pun

Garuk Sampah, Gerakan Kolektif Bersihkan Polusi Visual di YogyakartaInstagram.com/garuksampah

Bekti juga mengaku bahwa gerakan ini murni gotong-royong tanpa ada pendanaan khusus dari pihak mana pun.

"Donatur enggak ada sih, kita mah do nature. Jadi ini bener-bener kegiatan yang pure dari masyarakat bawah ya gerakan akar rumput lah yang memang tidak ada pendanaan dari pihak swasta atau pihak mana pun," ungkapnya.

Bekti juga menuturkan bahwa pernah ada pihak yang ingin menawarkan dana namun selalu ada kepentingan di baliknya untuk berpromosi. 

"Kita sih maunya kalau emang pengen mendukung ya dukung aja jangan minta dukungan balik apalagi yang berkaitan dengan komersil. No komersil komersil klub!," ucapnya.

6. Bekti justru ingin gerakan ini segera dibubarkan

Garuk Sampah, Gerakan Kolektif Bersihkan Polusi Visual di YogyakartaInstagram.com/garuksampah

Saat ditanya apa keinginan Bekti ke depannya dengan gerakan ini, Bekti justru ingin gerakan ini segera dibubarkan.

"Ya harapan kami semoga Garuk Sampah segera bubar! Iya bubar, dengan catatan tergantikan oleh kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, juga mulai adanya ketegasan dari pemerintah terhadap penanganan permasalahan sampah yang ada di wilayah masing-masing," jelasnya.

Tentu saja jika kesadaran masyarakat dan ketegasan seluruh pihak yang berwajib untuk mengatasi masalah sampah semakin meningkat, Yogyakarta bisa terbebas dari masalah sampah yang menganggu.

Semoga gerakan positif seperti Garuk Sampah ini bisa menginspirasi banyak orang agar menjaga kebersihan lingkungan, ya.

Baca Juga: Lama Tak Terlihat, Hudson IMB Sibuk Bisnis Cake Tape di Yogyakarta

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya