Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

10 Rekomendasi Film Indonesia Angkat Isu HAM Versi Letterboxd

Laut Bercerita (dok. Yayasan Dian Sastrowardoyo/Laut Bercerita)
Intinya sih...
  • Film dokumenter Eksil mendapat rating 3.9/5, mengangkat eksil Indonesia di Eropa pada era 1965.
  • The Act of Killing (Jagal) berhasil meraih rating 4.4/5, membongkar pembantaian PKI dan eksekusi massal di Indonesia.
  • Film Lagu Untuk Anakku mengeksplorasi kisah perempuan korban pelanggaran HAM 1965, dapat disaksikan gratis di YouTube Negeri Films.

Menonton film menjadi salah satu cara untuk mengedukasi diri tentang isu-isu sosial, termasuk politik. Apalagi, kehidupan manusia tidak bisa lepas dari politik. Setiap kebijakan pemerintah, sekecil apa pun itu, selalu berdampak pada kehidupan kita sehari-hari.

Penting juga untuk belajar sejarah politik di negara sendiri, khususnya kita yang tinggal di Indonesia. Tujuannya tentu agar masa lalu yang kelam, seperti pelanggaran hak asasi manusia (HAM), tidak terulang kembali. Kamu bisa menjadikan film Indonesia tentang pelanggaran HAM ini sebagai edukasi politik terbaik.

Rekomendasi ini berupa film drama dan dokumenter yang disusun oleh pengguna Letterboxd. Semuanya mengungkap horor tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Tanah Air. Ada yang bisa kamu streaming di Netflix juga, lho. Apakah kamu sudah pernah menontonnya?

1. Eksil (2022)

Eksil (dok. Lola Amaria Productions/Eksil)

Eksil berhasil menyentil moral penonton saat ditayangkan di bioskop pada 27 November 2022. Film dokumenter ini mengajak kita untuk lebih peka terhadap pelanggaran HAM, khususnya terkait nasib kehidupan eksil di negara asing. Film Eksil berhasil meraih rating 3.9/5 versi Letterboxd.

Film Eksil berlatar pada masa era 1965. Kala itu, rezim melarang para sarjana Indonesia di Uni Soviet dan China yang diduga terlibat PKI untuk kembali ke Tanah Air. Situasi ini membuat mereka harus mengasingkan diri tanpa status kewarganeraan di seluruh Eropa.

Para eksil kemudian mencari suaka di Belanda, Republik Ceko, Swedia, Jerman, dan Indonesia. Makin menyakitkan, dokumenter ini turut merenungkan kembali peristiwa traumatis para eksil.

Film ini memang belum tersedia di platform streaming. Meski demikian, sutradara Lola Amaria beberapa kali mengadakan nobar film Eksil di beberapa daerah.

2. Laut Bercerita (2017)

Laut Bercerita (dok. Yayasan Dian Sastrowardoyo/Laut Bercerita)

Laut Bercerita adalah film pendek yang diadaptasi dari buku mega best seller karya Leila Chudori. Film karya sutradara Pritagita Airanegara ini meraih rating 3.5/5 versi Letterboxd. Karena tema yang diangkat sangat berat, film ini belum tersedia di platform streaming.

Meski demikian, kamu tidak perlu khawatir. Pasalnya, Leila Chudori sering menggelar nobar dan diskusi film Laut Bercerita secara online. Pantau terus akun Instagram-nya agar kamu bisa mengikuti nobar Laut Bercerita selanjutnya.

Sinopsis Laut Bercerita mengikuti seorang aktivis, Laut (Reza Rahadian), yang dipenjara pada era reformasi 1998. Ia menghadapi konsekuensi dari keputusannya untuk menentang rezim yang korup. Dengan durasi 30 menit, film pendek ini mengeksplorasi pelanggaran HAM berat berupa penghilangan paksa.

3. The Act of Killing (2012)

The Act of Killing (dok. Final Cut for Real/The Act of Killing)

The Act of Killing (Jagal) menjadi salah satu film tentang Indonesia yang mencetak rating tinggi di Letterboxd, yaitu 4.4/5. Film karya sutradara Joshua Oppenheimer ini mengungkap dosa negara terkait pembantaian PKI pada 1965-1966. Fokusnya sangat kuat: menyoroti kisah pembunuh yang menang, dan masyarakat yang mereka bangun.

Dokumenter nominasi Oscar ini mengungkap eksekusi massal yang mengerikan terhadap para tertuduh komunis di Indonesia. Ironinya, para pelaku eksekusi dipuji sebagai pahlawan di negara karena dianggap menumpas kejahatan, meski kenyataannya, mereka sendiri pelaku kejahatan.

The Act of Killing memberikan perspektif tentang bagaimana narasi pemerintah tidak selalu benar. Kabar baiknya, kamu bisa streaming gratis film The Act of Killing di akun resmi YouTube Jagal Senyap.

4. The Look of Silence (2014)

The Look of Silence (dok. The Look of Silence/Final Cut for Real)

Setelah The Act of Killing, Joshua Oppenheimer kembali menunjukkan tajinya melalui film dokumenter The Look of Silence (Senyap). Film ini berhasil meraih nominasi Dokumenter Terbaik di Oscar 2014. Rating-nya bahkan mencapai 4.3/5 versi Letterboxd.

Dokumenter ini masih mengeksplorasi tentang pembantaian PKI. Namun berbeda dari Jagal, Senyap terasa lebih personal karena mengikuti seorang ahli optik yang bergulat dengan pembunuhan massal di Indonesia tahun 1965-1966. Ia mengalami pengalaman traumatis karena kakak laki-lakinya ikut dimusnahkan.

Film The Look of Silence mengedukasi penonton tentang jenis pelanggaran HAM berat di masa lalu, yaitu tentang dugaan pembantaian anggota PKI, serta tidak adanya sistem peradilan bagi yang tertuduh PKI. Kamu bisa menonton film ini secara gratis di akun resmi YouTube Jagal Senyap.

5. Kabut Berduri (2024)

Kabut Berduri (dok. Palari Films/Kabut Berduri)

Kabut Berduri adalah film thriller kriminal karya sutradara Edwin. Film ini turut mengangkat isu rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap instansi penegak hukum, termasuk konflik antaran sipil dengan aparat. Film Kabut Berduri mendapatkan rating 2.9/5 versi Letterboxd.

Sinopsisnya mengikuti seorang detektif kota besar, Sanja Aruni (Putri Marino), yang menyelidiki serangkaian pembunuhan mengerikan di sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia. Situasi memaksanya untuk menghadapi trauma dari masa lalunya. Kamu bisa streaming Kabut Berduri di Netflix.

6. Gie (2005)

Gie (dok. Miles Film/Gie)

Film Gie diangkat dari kisah nyata. Sinopsisnya mengikuti perjalanan aktivis Indonesia, Soe Hok Gie (Nicholas Saputra), saat mengalami political awakening di tengah rezim Soeharto dan Soekarno yang penuh gejolak. Keberanian Soe Hok Gie dalam mengkritisi pemerintah masih terus dikenang hingga detik ini.

Disutradarai oleh Riri Riza, film Gie berhasil meraih rating 3.6/5 di Letterboxd. Drama sejarah ini juga sukses memenangkan 3 penghargaan Festival Film Indonesia (FFI) 2005, termasuk Aktor Terbaik untuk Nicholas Saputra. Kamu bisa streaming film Gie di Vidio.

7. Autobiography (2022)

Autobiography (dok. KawanKawan Media/Autobiography)

Autobiography turut mengangkat kritik sosial kepada pemerintah, khususnya tentang nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan. Film karya Makbul Mubarak ini sukses meraih penghargaan di Venice Film Festival 2022 dalam kategori The International Critics Prize for Best Film. Rating-nya 3.6/5 di Letterboxd.

Sinopsis Autobiography mengisahkan seorang pemuda, Rakib (Kevin Ardilova), yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di sebuah rumah besar tak berpenghuni. Suatu saat, pemilik rumah, Purna (Arswendy Bening Swara), kembali dan maju sebagai calon wali kota.

Ketika kampanye Purna dirusak, Rakib pun membantu sang majikan. Namun aksinya justru memicu serangkaian kekerasan. Kamu bisa menyaksikan film Autobiography secara streaming di Prime Video.

8. You and I (2020)

You and I (dok. KawanKawan Media/You and I)

You and I adalah film dokumenter tentang Kaminah dan Kusdalini, dua sahabat yang bertemu ketika menjadi tahanan politik Indonesia pada 1965. Setelah bebas, Kaminah tinggal bersama Kusdalini karena ditolak oleh warga di kampung halamannya. Sejak itu, sepasang sahabat ini tak terpisahkan dan hidup di Solo, Jawa Tengah.

Sekarang, di usia 70-an, Kaminah dan Kusdalini bertahan hidup dari kebaikan tetangga mereka, serta kerupuk yang mereka jual. Menua sambil bergandengan tangan, You and I menggambarkan pasang surut persahabatan mereka, yang dihadapkan dengan kenyataan memilukan seiiring bertambahnya usia.

Disutradarai oleh Fanny Chotimah, dokumenter ini mengobservasi kehidupan Kaminah dan Kusdalini sebagai korban pelanggaran HAM berat, serta menekankan ketahanan diri mereka yang menginspirasi. Film You and I mencetak rating 3.7/5 di Letterboxd. Namun, film ini masih belum tersedia di platform streaming.

9. Aum! (2021)

Aum! (dok. Visinema Pictures/Aum!)

Aum! adalah film thriller adventure karya sutradara Bambang Kuntara Mukti. Meski kisahnya fiktif, namun film ini terinspirasi dari perjuangan aktivis di era reformasi. Film Aum! meraih rating 3.5/5 di Letterboxd, dan bisa kamu tonton streaming di Bioskop Online.

Sinopsis Aum! mengikuti perjuangan Satriya (Jefri Nichol) dan Adam Aksara Dena), yang berjuang bersama rekan aktivis lainnya untuk satu tujuan bersama: perubahan. Mereka bergerak di bawah tanah, secara sembunyi-sembunyi, untuk melawan penguasa yang opresif. Dengan ancaman nyawa, para aktivis lantang menyuarakan reformasi.

10. Lagu Untuk Anakku (2022)

Lagu Untuk Anakku (dok. Negeri Films/Lagu Untuk Anakku)

Rekomendasi terakhir ada film Lagu Untuk Anakku karya sutradara Shalahuddin Siregar. Dokumenter ini mengeksplorasi kisah sekelompok perempuan yang menjadi korban pelanggaran HAM pada tahun 1965. Mereka sempat dijebloskan ke dalam penjara atas tuduhan berhubungan dengan PKI.

Film Lagu Untuk Anakku begitu mengetuk sanubari. Pasalnya, para perempuan itu menghidupkan kembali sejarah kekerasan yang terhapus melalui paduan suara. Mengandalkan memori, mereka menyanyikan lagu-lagu yang ditulis di penjara dan telah dibungkam selama lebih dari 50 tahun.

Lantunan lagu yang dinyanyikan sekelompok paduan suara tua itu tidak hanya menyimpan trauma mendalam, tetapi juga menghidupkan asa untuk generasi selanjutnya. Kamu bisa streaming film Lagu Untuk Anakku secara gratis di akun resmi YouTube Negeri Films.

Meski mengangkat horor tragedi kemanusiaan, rekomendasi film tentang pelanggaran HAM di Indonesia penting disaksikan sebagai bentuk merawat ingatan kolektif dan sejarah. Film-film itu juga dapat memberikan edukasi politik, serta keberanian untuk bersikap kritis dan melawan hal-hal yang mencederai hak asasi manusia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us