ilustrasi lahan tanaman padi yang tumbuh subur (pexels.com/Tom Fisk)
Konon, Dewi Sri adalah penjelmaan dari Wiji Widayat. Wiji Widayat akan dianugerahkan kepada titah marcapada oleh batara Guru. Batara Guru adalah sosok yang posisinya paling tinggi, gaya kepemimpinannya otoriter, dan segala keputusannya harus dipatuhi oleh kalangan di bawahnya.
Masalahnya, saat wahyu diturunkan ke bumi, ternyata gak sesuai kehendak batara Guru. Karena murka, wahyu itu dikutuk dan meluncur sampai ke dasar laut, hingga masuk ke perut Nagaraja. Perut Nagaraja jadi sakit, dan dia dibawa ke batara Guru. Saat perutnya dipegang oleh batara Guru, naga itu muntah dan lahirlah dua sosok ajaib, Sri dan Sadana.
Ketika dewasa, Sri dan Sadana ternyata malah saling jatuh cinta dan menyatakan niat ingin menikah. Batara Guru marah karena merasa bahwa mereka itu saudara sepupu. Keduanya dikutuk dan akhirnya meninggal. Jenazah mereka dimasukkan ke peti dan dibuang ke hutan.
Dua dewa bernama Wangkas dan Wangkeng yang bertugas membuang peti merasa penasaran, lalu dibukalah penutup petinya, dan mereka terkejut karena jenazah Sadana menghilang. Bersamaan dengan itu keluar walang sangit dengan jumlah yang banyak banget. Gak mau makin kacau, peti segera ditutup lagi, lalu dikuburkan di hutan Krendawahana.
Beberapa hari setelah dikuburkan, petani sekitar menyiram kuburan dengan air bunga. Dan, setelah tujuh hari, tiba-tiba dari tanah kuburan itu tumbuh tanaman padi yang subur.
Sejak saat itu, Dewi Sri dipercaya sebagai dewi pembawa berkah bagi petani padi. Petani pun rutin memberi sesaji setiap selesai panen. Dan, benar saja, desa jadi semakin makmur karena hasil panennya melimpah. Nggak heran juga dari mitos ini sampai sekarang, Dewi Sri tetap jadi pujaan hati para petani.