Upcara Adat Sekaten: Sejarah, Makna, Persiapan, dan Pantangan

Untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW

Salah satu pengaruh besar dari Kesultanan Yogyakarta yang berdiri hingga kini membuat beragam tradisi masih berkembang di kehidupan masyarakat. Seperti upacara adat Sekaten yang ditujukan sebagai peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Sekaten juga dapat dijumpai di Surakarta. Namun, jika ingin mengikutinya sambil berlibur di Jogja, maka kamu perlu datang di antara tanggal 5 sampai 11 Ra'biul Awal. Lebih lanjut, yuk, simak beberapa fakta menarik dari upacara adat Sekaten ini.

1. Sudah diselenggarakan sejak zaman kerajaan Islam

Upcara Adat Sekaten: Sejarah, Makna, Persiapan, dan Pantangangrebeg syawal salah satu tradisi setelah Lebaran di Yogyakarta (instagram.com/danu.ds)

Lahirnya Sekaten terjadi pada zaman sebelum Kesultanan Demak berkuasa secara besar di tanah Jawa. Pada masa itu, masyarakat Jawa gemar memainkan gamelan bersama-sama pada hari besar Islam, khususnya bertepatan dengan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW.

Hingga akhirnya, muncullah istilah Sekaten yang dimainkan di Masjid Agung Demak. Sekaten kemudian ditetapkan sebagai upacara adat dan kini menjadi tradisi tahunan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

2. Sebagai upaya tolak bala

Upcara Adat Sekaten: Sejarah, Makna, Persiapan, dan PantanganKeraton Yogyakarta (kratonjogja.id)

Istilah "sekaten" pada upacara adat satu ini berasal dari kata "syahadatain" yang merujuk pada dua kalimat syahadat. Kalimat tersebut mengandung kesaksian seorang muslim bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

Lambat laun, kata "syahadatain" mengalami perubahan sebutan menjadi "sahutain", "sakhotain", hingga "sekaten" yang kini lebih akrab di telinga masyarakat. Secara umum, makna kata "sekaten" dan beberapa kata perubahannya adalah sebagai pengharapan agar terhindar dari perkara dan sifat-sifat tercela.

Selain itu, upacara ini juga menjadi upaya menanamkan budi suci atau budi luhur dan keseimbangan. Sekaten juga bisa menjadi simbol, bahwa setiap orang harus bisa menahan diri untuk tidak berlaku jahat.

Baca Juga: 4 Upacara Adat Unik di Gunungkidul, Seru Diikuti saat Liburan

3. Berbagai persiapan yang dilakukan

Upcara Adat Sekaten: Sejarah, Makna, Persiapan, dan Pantanganseperangkat gamelan (Dok. Pribadi/Fatma Roisatin)

Saat mengawali Sekaten, terdapat dua jenis persiapan, yakni persiapan secara fisik dan non fisik. Barang-barang yang harus disiapkan pada persiapan fisik adalah gamelan Sekaten, gending-gending Sekaten, dan beberapa keping uang logam.

Dalam upacara adat Sekaten, juga perlu disiapkan naskah riwayat maulid Nabi Muhammad SAW, sejumlah bunga cempaka, dan perlengkapan lainnya. Sedangkan yang perlu disiapkan pada persiapan non fisik adalah sikap dan mental dengan penyucian diri berupa puasa dan mandi suci.

4. Rangkaian Sekaten yang melibatkan Sri Sultan

Upcara Adat Sekaten: Sejarah, Makna, Persiapan, dan PantanganAbdi dalem Keraton Ngayogyakarta menabuh perangkat gamelan Kyai Guntur Madu di Pagongan Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, Rabu (8/1/14) (dok. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Prosesi Sekaten sendiri terhitung mulai dari tahap persiapan seperti poin sebelumnya. Setelah semua kebutuhan terpenuhi, ada empat tahap lagi yang harus dilakukan, yaitu:

1. Pembunyian Gamelan
Pada tahap kedua ini, gamelan Sekaten mulai dibunyikan di dalam Keraton pada tanggal 6 mulud, di Bangsal Ponconiti. Gamelan ini dibunyikan di malam hari, mulai dari pukul 19.00 hingga 23.00 WIB.

2. Pemindahan Gamelan
Selanjutnya, pada tahap ketiga, bunyi gamelan Sekaten akan dipindahkan, dan gamelan tersebut harus sudah berhenti tepat pada pukul 23.00 WIB. Gamelan Sekaten nantinya akan dipindahkan ke halaman Masjid Besar dengan iring-iringan yang dikawal oleh para prajurit Keraton.

3. Sri Sultan Hadir di Masjid Besar
Pada tahap keempat, sultan dari Keraton akan menuju masjid besar dengan kendaraan, sambil diiringi para pangeran dan kerabat Keraton. Hal ini terjadi pada malam ketujuh, tepatnya pada tanggal 11 atau 12 mulud malam.

Pada saat itu juga, riwayat nabi Muhammad SAW dibacakan dan selesai pada pukul 24.00 WIB. Selanjutnya akan ada penyebaran udhik-udhik yang dilakukan oleh Sultan dan diakhiri dengan doa yang dibacakan oleh Kangjeng Raden Penghulu. Setelah selesai, Sultan pun kembali lagi ke dalam Keraton.

4. Kondur Gongso
Tahap terakhir Sekaten adalah Kondur Gongso atau pemboyongan gamelan Sekaten kembali ke dalam Keraton setelah Sultan meninggalkan masjid. Dalam peristiwa ini, gamelan dikawal oleh dua pasukan Abdi Dalem prajurit pada tanggal 11 mulud, pukul 24.00 WIB.

5. Pantangan dalam upacara Sekaten

Upcara Adat Sekaten: Sejarah, Makna, Persiapan, dan PantanganAbdi dalem Keraton Ngayogyakarta menabuh perangkat gamelan Kyai Guntur Madu di Pagongan Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, Rabu (8/1/14) (dok. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Selama Sekaten dilaksanakan, terdapat beberapa pantangan yang perlu diperhatikan oleh setiap orang yang turut ambil bagian. Para penabuh gamelan dilarang melakukan hal tercela, mengingat sakralnya rangkaian Sekaten.

Para Abdi Dalem juga dilarang melangkahi atau menabuh gamelan sebelum menyucikan diri. Selain itu, para Abdi Dalem Nigaya yang bertugas menabuh gamelan juga dilarang membunyikan gamelan pada siang dan malam Jumat.

Nah, itu dia beberapa fakta menarik mengenai upacara adat Sekaten yang rutin diselenggarakan besar-besaran di DI Yogyakarta. Esoknya, upacara ini ditutup dengan Grebeg Muludan pada 12 Rabi'ul Awal.

Baca Juga: 5 Kedai Minuman Herbal Kekinian di Jogja, Segar dan Sehat!

Topik:

  • Langgeng Irma Salugiasih

Berita Terkini Lainnya