Menteri Pertahanan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, tiba di bandara Medan pada Sabtu, 24 September 1949. (nationaalarchief.nl/DLC)
Benar saja, pada 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hal ini tentu disambut baik oleh seluruh rakyat, tak terkecuali di Yogyakarta. Dua hari pasca proklamasi, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengirim telegram berupa ucapan selamat kepada kedua proklamator. Lalu dua minggu setelahnya, tepatnya tanggal 5 September 1945 bersama Paku Alam VIII, keduanya mengeluarkan maklumat yang berisi bahwa daerah Yogyakarta adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia.
Dengan maklumat tersebut, Yogyakarta bukan lagi negara sendiri, melainkan telah menjadi bagian dari Indonesia sekaligus memasuki babak modern. Hal ini ditandai dengan dukungan maksimal kepada Indonesia yang notabene merupakan negara baru.
Semasa ibukota Republik Indonesia berada di Yogyakarta, segala urusan finansial pun ditopang oleh keraton. Termasuk gaji para staf, operasional TNI, hingga Presiden dan Wakil Presiden. Semasa itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX tidak pernah memperhitungkan jumlah yang telah dikeluarkannya karena buat dirinya, ini adalah bagian dari perjuangan.
Tak sampai di situ, Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga yang berperan dalam meyakinkan kepala negara lain dengan mengunjungi satu per satu negara luar saat Suharto mengambil alih kendali pemerintahan. Pada era Orde Lama, Indonesia dikenal sebagai negara anti-asing sehingga membuatnya dijauhi negara lain. Karena ketekunan Sri Sultan Hamengku Buwono IX keliling dunia, perlahan kepercayaan negara-negara lain meningkat.