Jama'ah Shalahuddin UGM, Dekatkan Dakwah dan Anak Muda

Intinya sih...
- Anak muda di zaman modern cenderung menyukai hal-hal duniawi daripada aktivitas keagamaan.
- Jama'ah Shalahuddin (JS) UGM menjadi lembaga dakwah kampus pertama dan tertua di Indonesia.
- JS UGM mengembangkan dakwahnya melalui Masjid Kampus UGM dengan dukungan Takmir sebagai pengelola Maskam UGM.
Yogyakarta, IDN Times - Salah satu hadis Nabi Muhammad SAW disebutkan ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi dan dilindungi oleh Allah SWT saat hari kiamat. Di antara orang-orang yang beruntung itu adalah pemuda yang tumbuh dewasa dengan beribadah kepada Tuhan dan seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid.
Sayangnya, di zaman modern dengan derasnya arus pertukaran budaya seperti sekarang, anak muda cenderung lebih menyukai hal-hal yang berbau duniawi. Padahal mereka adalah penerus, sekaligus ujung tombak yang menjaga keberlangsungan nilai-nilai keagamaan. Namun bukan tak mungkin menemukan kawula muda yang sampai detik ini menyibukkan diri dengan aktivitas keagamaan dan meramaikan masjid.
Salah satunya datang dari Lembaga Dakwah Jama'ah Shalahuddin Universitas Gadjah Mada (UGM). Organisasi tersebut berisikan pemuda-pemudi yang terus mengupayakan untuk menyiarkan agama Islam di tengah kesibukan sebagai penimba ilmu.
1. Jama'ah Shalahuddin sebagai lembaga dakwah kampus tertua
Sudah berdiri sejak 1976, Jama'ah Shalahuddin (JS) UGM menjadi lembaga dakwah kampus pertama dan tertua di Indonesia. Organisasi ini juga yang berada di balik layar dari kajian di Masjid Kampus (Maskam) UGM yang terkenal karena bisa mengundang tokoh-tokoh terkemuka sebagai pengisi atau penceramahnya.
Ketua JS UGM, Muhammad Saddam Syaikh Arrais, mengatakan hal tersebut tak lepas dari peran besar Takmir sebagai pengelola Maskam UGM.
"Sebagai lembaga dakwah kampus, JS juga mengembangkan dakwahnya melalui Masjid Kampus UGM sehingga titik temu ini menuntut keduanya (JS dan Takmir) untuk saling berkolaborasi," kata pemuda yang kerap disapa Saddam tersebut kepada IDN Times, Kamis (6/3/2025).
2. Peran takmir hingga rektorat sebagai akses JS kepada tokoh Nasional
Saddam menjelaskan bahwa posisi takmir diisi oleh dosen-dosen aktif di UGM, bahkan sebagian merupakan birokrat rektorat. Dari sini mereka menjadi penghubung yang memudahkan akses JS ke berbagai pihak.
Ia pun mengakui bahwa Takmir Maskam UGM memiliki relasi yang kuat dengan birokrasi kampus. Relasi ini yang kemudian dimanfaatkan untuk mempermudah komunikasi dengan tokoh-tokoh Nasional, baik melalui surat undangan yang menggunakan kop resmi UGM, maupun melalui birokrasi kampus yang menghubungi secara langsung.
"Inilah yang membuat RDK (Ramadan Di Kampus) UGM bisa mengundang pejabat-pejabat negara maupun tokoh-tokoh nasional lainnya (sebagai pembicara di RDK)," ucap Saddam.
Jika menilik agenda RDK UGM 1446 H, sederet nama politisi, akademisi, sampai pemuka agama ada di sana. Sebut saja seperti Mahfud MD, Anies Baswedan, Najeela Shihab, Haris Azhar, dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk proses mengatur kajian, Saddam menjelaskan bahwa hal tersebut ditentukan berdasarkan standar dan pelaksanaan Panitia RDK, yang merupakan kombinasi dari elemen JS dan Takmir Muda Masjid Kampus UGM.
3. Memegang prinsip dakwah yang berbasis intelektualisme
Pastinya bukan hal mudah untuk membagi waktu antara kuliah dengan berorganisasi buat pemuda seperti Saddam dan anggota JS lainnya. Namun, Saddam mengatakan sejak awal JS menanamkan prinsip dakwah yang berbasis intelektualisme. Jadi, dibanding menjadi hambatan secara akademik, JS justru berupaya mendorong anggotanya untuk menerapkan ilmunya melalui konteks-konteks dakwah yang relevan dengan latar belakang akademiknya.
"Dalam beberapa kepanitiaan, terdapat tugas dan fungsi yang memerlukan keahlian khusus, dan JS berupaya memaksimalkan keahlian itu dengan memetakan tugas dan fungsi tersebut sesuai dengan latar belakang keilmuannya." Ujar Saddam yang merupakan mahasiswa di Fakultas Ilmu Budaya.
Bukti bahwa ilmu bisa sejalan dengan agama ini juga dapat dirasakan dari program unggulan dari RDK UGM 2025 yakni Ramadan Public Lecture (RPL). Tidak seperti ceramah tarawih pada umumnya yang pembahasan mengenai spiritual semata, Maskam UGM juga menawarkan ceramah tarawih dalam bentuk kuliah umum yang disertai dengan aspek-aspek lain, seperti politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.
4. Dinamika internal sebuah organisasi sebagai tantangan
Mengurus sebuah organisasi sendiri pun sebuah tantangan. Meski bekerjasama dengan sepantaran, sesama anak muda, Saddam mengungkapkan beberapa kesulitannya secara internail. Mulai dari pasifnya sebagian besar anggota, dan kurangnya sinergitas antar unit.
"Kemudian sering kali pengurus kesulitan untuk mengontrol ratusan anggota, baik dengan regulasi maupun komitmen, sehingga cenderung hanya segelintir anggota yang benar-benar berperan secara produktif," kata Saddam.
Ia mengatakan kalau masing-masing unit biasanya sudah memiliki sistem produktifitasnya sendiri yang sudah berakar sejak kepengurusan-kepengurusan sebelumnya. Hal ini membuat kepengurusan yang baru kesulitan untuk mengambil inisiatif dalam menciptakan inovasi selain mendobrak sistem yang telah mengakar tersebut.
5. Menjangkau mahasiswa dengan dakwah lewat media digital
Kesulitan tidak hanya datang secara internal, tapi juga secara eksternal. Menurut Saddam, ada hambatan dalam menjangkau mahasiswa yang lebih luas karena Lembaga Dakwah cenderung dipandang eksklusif.
"UGM tentu saja bukan kampus berbasis agama, sehingga agama seringkali dipahami sebagai sesuatu yang berada di ranah privat. Hal itu membuat dakwah menjadi asing di kalangan mahasiswa," tuturnya.
Menghadapi kesukaran ini tentu JS tak berdiam diri. Apalagi kini ada banyak cara dan media yang bisa dimanfaatkan untuk menyiarkan agama. Mulai dari cetak sampai digital telah digunakan JS dalam berdakwah.
"Dengan memanfaatkan media yang tersedia, terutama digital, JS berupaya membuat konten-konten kreatif yang relevan dengan minat mahasiswa. Selain itu, JS juga berupaya menawarkan kajian dengan konsep yang inovatif, dengan pembicara dan tema yang relevan dengan permasalahan mahasiswa," pungkas Saddam menutup pembicaraan.
Saddam bersama tim Lembaga Dakwah Jama'ah Shalahuddin adalah bukti bahwa Indonesia tidak akan kehilangan cahaya. Dengan energi dan potensi yang mereka miliki, mampu menjadikan masjid bukan sekadar tempat ibadah, melainkan pusat pembinaan yang inklusif dan inspiratif.