Ilustrasi Peninggalan Dapur Umum Masa Penjajahan (budaya.jogjaprov.go.id)
Ibu Ruswo disebut sebagai 'pahlawan tiga jaman', yakni masa pemerintahan Hindia-Belanda, masa pendudukan Jepang, dan masa revolusi fisik. Dilansir jurnal Kurniawanti (2016:12), di masa pemerintahan Hindia-Belanda Ibu Ruswo berperan melalui organisasi kepanduan, organisasi perempuan dan organisasi sosial. Bahkan, di tahun 1928 Ibu Ruswo mendapat mandat dari Ir. Soekarno untuk mendirikan cabang Indonesiasche Nationale Padvinders Organisatie (INPO) di Mataram atau yang kini Yogyakarta, dan menjadi bagian dari badan kepengurusan.
Kemudian INPO melebur ke dalam Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) di mana Ibu Ruswo menjabat sebagai bendahara yang tugasnya ia emban sampai akhir hayatnya. Meski begitu, pada masa kependudukan Jepang jabatan ini dilepas, karena KBI yang memang dilarang oleh pemerintah Jepang.
Tak sampai di sana, Ibu Ruswo juga diketahui aktif dalam Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak atau P4A yang berdiri tahun 1932. Dalam organisasi tersebut, Ibu Ruswo menyuarakan ketidaksetujuannya pada perdagangan perempuan dan anak. Belum lagi di tahun yang sama, Ibu Ruswo turut dalam Organisasi Perempuan Istri Indonesia yang bertujuan untuk mencapai Indonesia Raya yang berasaskan nasionalisme dan demokrasi.
Berbeda dengan masa pendudukan Jepang di mana tak banyak organisasi bebas berdiri pada saat itu. Organisasi perempuan yang dibentuk oleh Jepang hanya semata-mata demi kepentingan Jepang dan bersifat kemiliteran. Namun Ibu Ruswo tak menyerah, ia kemudian menjadi Fujinkai cabang Yogyakarta dan sebagai Badan Pembantu Prajurit atau BPP. Ibu Ruswo aktif dalam Fujinkai cabang Yogyakarta. Melalui BPP, Ibu Ruswo membantu para keluarga prajurit bangsa Indonesia.
Di masa revolusi fisik pada tahun 1945-1949, organisasi-organisasi perempuan kembali bermunculan. Tak sedikit juga perempuan yang turut memanggul senjata dan turut berperang di garis belakang. Seperti Ibu Ruswo yang diakui memegang peranan penting dalam koordinator dapur umum sejak permulaan revolusi fisik. Beliau aktif membuat dan menyalakan dapur-dapur umum sebagai bentuk bantuan dan kecintaannya kepada para pejuang-pejuang kemerdekaan yang dana dan bahannya didapat dari sumbangan sukarela dari masyarakat setempat.
Setelah merdeka, BPP berganti nama menjadi BPKKP atau Badan Penolong Keluarga Korban Perang. Semasa itu banyak prajurit terluka bahkan gugur ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Ibu Ruswo berperan sebagai penggerak BPKKP, bahkan memiliki kedekatan secara emosional dengan para prajurit hingga dianggap bak ibu sendiri.