Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan HB X datang ke Mapolda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (29/8/2025). (IDN Times/Herlambang Jati)
Selain ketiga gendhing di atas, ada Gendhing Raja Manggala yang diputarkan kala Sri Sultan HB X menemui pendemo di Polda DIY lalu. Gendhing yang dimainkan saat Sultan sedang miyos tersebut memiliki arti pemimpin atau raja utama. Gendhing Raja Manggala mengalun ketika Sri Sultan miyos untuk menerima tamu kerajaan.
Momennya adalah saat Sri Sultan hadir untuk menerima tamu kerajaan, kemudian seorang Abdi Dalem akan berseru “Rausss!” dan Gendhing Raja Manggala segera mengalun. Gendhing tersebut dimulai dengan buka bonang, dilantunkan dengan irama I pada bagian umpak gendhing, dan berubah rep menjadi irama II ketika Sri Sultan telah lenggah dhampar.
Setelah itu bagian ngelik dilantunkan dengan syair koor sampai suwuk atau yang artinya berhenti. Gendhing ini dibunyikan secara soran dan lirihan. Selain itu, Gendhing Tedhak Saking akan berperan sebagai penutup dan menjadi satu rangkaian dengan Gendhing Raja Manggala sebagai pembuka.
Dari dimainkannya Gendhing Raja Manggala saat Sri Sultan HB X menemui massa, banyak yang mengartikan bahwa Sultan menganggap para pendemo sebagai tamunya yang terhormat. Selain itu, gendhing tersebut pun menjadi cara dari sang Raja Yogyakarta menenangkan suasana panas malam itu. Namun yang pasti, ini adalah bukti bahwa Keraton Jogja masih menjaga tradisi budaya yang telah mengakar sejak dulu. Setuju?