Grup band Fraidé. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)
Yang membedakan Fraidé bukan hanya dari genre atau aransemen musiknya, juga cara mengemas lagu dan pesan yang ingin disampaikan. "Yang paling kami unggulkan adalah kedalaman pesan dalam setiap lagu. Lirik-lirik kami memang lahir dari pengalaman nyata dan fase-fase kehidupan yang kami rasa pernah atau akan dialami oleh siapa saja. Kami ingin setiap orang yang mendengarkan lagu Fraidé bisa merasa, Oh, Ini tentang saya,” jelas Gie.
Single utama mini album Fraidė berjudul 'Reflection', terlahir dari momen refleksi mendalam Gie Seddon setelah ia menjalani perjalanan solo ke negeri orang. Perjalanan tersebut menjadi titik balik sebuah ruang sunyi yang justru penuh suara-suara dalam dirinya sendiri. Di sanalah muncul kesadaran bahwa musik bukan hanya sekadar pilihan, melainkan bagian dari hidup yang tak bisa ditinggalkan.
"Lagu 'Reflection' adalah simbol dari kesempatan kedua untuk saya dan teman-teman kembali bermusik, untuk mendengarkan kata hati, dan untuk memulai lagi dari titik yang lebih jujur," ujar Gie.
Setelah 'Reflection', lagu kedua adalah 'Y&G' (Yellow and Green). Lagu dengan suasana sendu ini mengingatkan saat berada di titik bimbang, tapi harus tetap berjalan. Masuk lagu ketiga, 'Déjà Vu', pesan dalam liriknya makin personal, mengenai cinta pada diri sendiri, tentang bagaimana ternyata versi terbaik dari dirimu itu sebenarnya sudah ada sedari dulu dan selalu terasa familier.
Lagu terakhir, 'Is Love', menyimpan satu pesan utama: cinta yang selama ini mengelilingi kita mungkin tidak terlihat atau tak dihargai akan tampak jelas ketika kita kembali terhubung dengan diri sendiri. “Ini adalah perayaan penerimaan diri dan melimpahnya cinta dalam hidup,” ujar Gie.