ilustrasi ayam ingkung (pexels.com/Maksim Goncharenok)
Masyarakat juga telah menyiapkan berbagai perlengkapan acara yang disebut uborampe Nyadran. Tiap bahan-bahannya mengandung makna mendalam. Salah satu uborampe yang digunakan adalah ayam ingkung.
Dikutip dari jurnal “Tradisi Nyadran (Ruwahan) Semarak Menyambut Ramadan di Dusun Jalan dan Jonggrangan Desa Banaran Kapanewon Galur” yang ditulis oleh Aryanti dan Al Masjid (2023), ayam ingkung adalah olahan ayam utuh yang diikat menggunakan bilah bambu tipis, lalu dimasak menggunakan santan dan aneka rempah.
Lebih dari hidangan kendurian Nyadran, tapi juga memiliki makna mendalam yang berkaitan dengan ketakwaan manusia kepada Sang Pencipta. Ingkung melambangkan sikap seseorang yang sedang berdoa. Bentuknya yang masih utuh saat disajikan dengan posisi tersungkur menjadi simbol kepasrahan total manusia di hadapan Tuhan.
Selain itu, juga melambangkan kondisi manusia yang masih bersih seperti bayi saat lahir ke dunia, penuh kesucian. Hidangan ini menjadi pengingat manusia untuk berusaha menjaga hati dan perilakunya agar tak menyakiti diri maupun orang lain, serta tak lupa ketika bersalah untuk segera menyadari, mengakui, dan memohon ampun.
Ayam ingkung Nyadran disajikan pada saat kendurian. Menurut laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, setiap keluarga yang hadir dalam kenduri membawa makanannya sendiri dari rumah. Makanan berupa hidangan tradisional seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, sayur, perkedel, tempe, dan sebagainya.
Saat acara dimulai, makanan diletakkan di depan untuk didoakan. Tujuannya agar makanan tersebut mendapat berkah, serta sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Setelah sesi doa, dilanjutkan dengan kegiatan tukar-menukar hidangan.
Prosesi ini juga bermakna sosial tinggi. Kegiatannya mencerminkan kebersamaan dalam kehangatan keluarga, berbagi rezeki sekaligus mempererat hubungan masyarakat.
Pelaksanaan tradisi Nyadran antara satu daerah dengan lainnya di Jawa mungkin berbeda, namun maknanya tetap sama. Sebagai bentuk ketundukan manusia kepada Tuhan, rasa syukur, serta sarana menghormati leluhur. Terdapat juga nilai kearifan lokalnya dalam menjaga keseimbangan dengan alam sekitar, dan mempererat relasi sosial masyarakat.
Salah satu simbolnya yaitu ayam ingkung menjadi pengingat bagi manusia untuk senantiasa baik budi dan rendah hati. Di tengah modernisasi, mari ikut menjaga tradisi ini.