9 Film Anti-Konsumerisme, Afirmasi bagi Penganut YONO

- Tren gaya hidup YONO (You Only Need One) jadi primadona di kalangan gen Z
- Film 99 Homes mencerminkan krisis ekonomi parah di Amerika Serikat pada 2008
- Triangle of Sadness dan Food, Inc. adalah film yang mendukung prinsip anti-konsumerisme YONO
YONO (You Only Need One) adalah sebuah tren gaya hidup yang belakangan jadi primadona di kalangan gen Z. Sempat dianggap generasi paling boros, gen Z berhasil menciptakan tren yang sejalan dengan nilai-nilai anti-konsumerisme. Kata lainnya "undercomsumption-core" , yang tujuannya mereset gaya konsumsi yang tak sehat alias berlebih sebagai salah satu efek media sosial dan menjamurnya perdagangan elektronik.
Sedang menimbang untuk jadi penganutnya, tapi masih ragu? Sejumlah film berikut bisa jadi afirmasi untuk kamu yang tertarik menerapkan prinsip YONO. Pesan anti-konsumerismenya dapat banget.
1. 99 Homes (2014)

99 Homes adalah salah satu film terbaik yang mencerminkan sebuah kenyataan pahit di Amerika Serikat. Tepatnya pada 2008 ketika terjadi krisis ekonomi parah akibat kegagalan banyak pihak melunasi cicilan rumah mereka. Seorang pekerja konstruksi bernama Nash (Andrew Garfield) yang juga kehilangan rumahnya saat itu secara tak sengaja menarik perhatian seorang pengusaha real estate yang melihat potensinya.
Di tengah kesulitan itu, Nash dan si pengusaha menemukan celah untuk mengambil untung dengan berbagai cara yang tak terpuji. Perlahan Nash mulai jadi seorang kapitalis sejati, menekan segala pergolakan batin dan kompas moralnya. Sampai pada poin ia mulai bertanya, benarkah harta yang ia punya sekarang bisa membuatnya tenang dan bahagia?
2. Evil Does Not Exist (2023)

Evil Does Not Exist gak kalah mengganggu walau dikemas dengan gaya stoik. Film Jepang ini mengikuti dinamika yang terjadi di sebuah desa di pinggiran Tokyo yang sebagian wilayahnya akan dibangun jadi tempat wisata. Pihak proyek berusaha menyakinkan penduduk desa untuk memberi mereka akses dan izin, tetapi kita sebagai penonton dibuat ikut gereget. Pertanyaannya, seberapa menguntungkannya bisnis turisme ini dibanding efek kerusakan alam yang berpotensi mereka ciptakan?
3. Weekend (1967)

Bergenre black-comedy, film Prancis lawas berjudul Weekend akan membawamu mengikuti perjalanan penuh liku dua sejoli menuju rumah orangtua sang istri. Namun, bukannya lancar, mereka terjebak macet yang disebabkan kecelakaan beruntun hebat. Pada fase itulah, mereka dipaksa untuk berinteraksi dengan sesama pengendara lain. Menariknya, bukannya membentuk kesatuan, mereka justru saling menyalahkan hingga tereskalasi jadi konflik pelik. Termasuk konflik antarkelas dan ideologi yang khas Prancis banget.
4. Triangle of Sadness (2022)

Triangle of Sadness adalah film satire lain yang wajib ditonton para penganut YONO. Lewat momen liburan mewah dua influencer ini kamu akan diajak merenungkan kembali esensi materi dan kepemilikan pribadi. Semua terjadi setelah kapal tenggelam karena badai hebat dan menyisakan beberapa penumpang serta kru selamat. Saat harus bertahan hidup di alam bebas, semua barang mewah yang mereka punya serasa tak ada harganya.
5. Food, Inc. (2008)

Disebut sebagai salah satu film dokumenter paling menampar yang pernah dibuat, Food, Inc. mencoba mengulik industri makanan massal di Amerika Serikat. Pemicunya adalah wabah bakteri E. coli yang menyebabkan gangguan pencernaan akut di negeri itu. Setelah diulik, ternyata industri makanan tidak lepas dari masalah. Mulai dari eksploitasi hewan dan pekerja sampai isu higienitas yang dipertanyakan. Setelah nonton, kamu bakal termotivasi untuk belanja lokal bahkan berkebun sendiri ketimbang jadi target pasar industri besar.
6. Wall-E (2008)

Dirilis pada 2008, Wall-E boleh dibilang salah satu film eco-fable terbaik yang pernah dibuat. Film ini berlatarkan abad ke-29 ketika bumi tak lagi bisa ditinggali karena penuh sampah. Bahkan robot-robot yang ditugaskan membersihkan dan meringkas sampah sampai punah dan menyisakan satu sosok saja.
Satu hari, robot futuristik dari luar angkasa tempat manusia kini tinggal di dalam pesawat khusus dikirim untuk mengecek situasi di bumi. Sayangnya, bumi ternyata belum juga membaik. Wall-E adalah tamparan buat tendensi konsumsi berlebihan manusia yang pada akhirnya berkontribusi pada penumpukan sampah non-daur ulang.
7. Spirited Away (2001)

Disebut salah satu film animasi terbaik sepanjang masa, Spirited Away juga kaya komentar sosial. Salah satu yang disenggol adalah konsumsi berlebih. Film mengikuti perspektif Chihiro yang tersesat di sebuah tempat aneh bersama orangtuanya saat bepergian. Pada satu waktu, mereka menemukan kedai berisi makanan lezat yang kemudian disantap kedua orangtua Chihiro. Tak berapa lama, orangtua Chihiro berubah jadi babi dan tak berhenti makan. Chihiro yang tak bisa mengandalkan orangtuanya lagi harus mencari cara untuk keluar dari tempat aneh itu.
8. Buy Now: The Shopping Conspiracy (2024)

Dokumenter dengan pesan kuat lain yang harus kamu tonton saat ingin menerapkan YONO adalah Buy Now: The Shopping Conspiracy. Dokumenter ini menginvestigasi cara-cara licik yang dilakukan perusahaan dan jenama besar untuk menyakinkan konsumen terus belanja. Strategi beriklan mereka yang ciamik dan penuh persuasi benar-benar bikin kesal. Yakin, deh kamu pasti pernah jadi korban marketing licik mereka.
9. My Uncle (1958)

Film lawas Prancis memang gak ada habisnya untuk dijelajahi. Buat kaum YONO, cobalah nonton My Uncle, sebuah film rilisan 1958 yang mengkritik habis kultur materialistik di Prancis. Ini bertepatan dengan perbaikan kondisi ekonomi negara itu yang secara tak langsung mendorong orang untuk membeli barang-barang non-esensial.
Cara mengkritiknya cukup unik. Jacques Tati, sang sutradara mengajakmu mengikuti Monsieur Hulot, seorang pria yang pergi ke Paris untuk berkunjung ke rumah kerabatnya sambil mencari peluang kerja. Rumah sang kerabat ternyata penuh dengan barang-barang nyentrik yang selama ini tak pernah diketahuinya. Kocak, tapi juga penuh tamparan.
Menarik juga poin-poin kritik yang disampaikan sineas lewat 9 film tadi. Seolah kita dibikin bertanya pada diri sendiri tentang gaya hidup dan prioritas kita. Benarkah kita butuh barang-barang yang kita punya sekarang? Masihkah kamu perlu membeli, belanja, dan mengonsumsi barang baru?