Apa Arti Nrimo Ing Pandum? Filosofi Hidup Masyarakat Jogja

- Filosofi “Nrimo Ing Pandum” adalah pegangan masyarakat Jawa, mengajarkan untuk ikhlas menerima keadaan dan tetap berusaha tanpa menyerah.
- Nilai dari filosofi ini bisa diterapkan di kehidupan sehari-hari dalam berbagai aspek seperti pekerjaan, sosial, ketika dihadapkan tantangan, hingga urusan romansa.
- Filosofi ini mengajarkan sikap bijaksana dalam beradaptasi, menyayangi diri melalui introspeksi, optimis, dan mampu merespons keadaan tanpa terjebak penyesalan.
Gak semua hal yang kamu inginkan itu sesuai kenyataan. Ada momennya sudah berupaya maksimal tapi hasilnya minimal. Kalau terus memaksa kehendak pribadi apalagi yang di luar kendali diri, kamu bakal stres dan kehabisan energi. Kecewa pun dialami berkepanjangan hingga putus asa untuk kembali mencoba.
Inilah kenapa filosofi “Nrimo Ing Pandum” yang jadi pegangan masyarakat Jawa, termasuk warga Jogja begitu penting dan berharga. Filosofi ini mengajarkan untuk ikhlas menerima keadaan yang ada tanpa kehilangan semangat buatmu berusaha. Gak langsung menyerah dalam perasaan kecewa, namun tetap ada sisi bijaksananya.
Dengan memahami dan komitmen menerapkannya, kamu bisa menjalani hari lebih tenang, gak terbebani ekspektasi berlebihan. Nah, biar makin paham dan bisa menerapkan, yuk simak penjelasan berikut tentang “Nrimo Ing Pandum”.
1.Makna falsafah "Nrimo Ing Pandum" yang dianut warga Jogja

Filosofi ini adalah nilai kehidupan yang dianut oleh masyarakat Jawa, Jogja salah satunya. Endraswara dalam Etika Hidup Orang Jawa: Pedoman Beretiket dalam Menjalani Kehidupan Sehari-hari (2010), menyatakan “Nrimo Ing Pandum” upaya untuk mengurangi kekecewaan dengan menata hati terhadap kenyataan yang terjadi, terutama yang di luar ekspektasi. Maka, ini berarti gak hanya diam dan pasrah ketika harapan belum terwujud, tapi menerima lapang dada dengan diiringi sikap bijaksana.
Tetap ada usaha setelah proses menerima dengan mensyukuri apa yang terjadi. Nilai dari filosofi ini bisa diterapkan di kehidupan sehari-hari dalam berbagai aspek seperti pekerjaan, sosial, ketika dihadapkan tantangan, hingga urusan romansa. Ketika mampu menerapkannya, hidupmu terasa damai sejahtera.
Koentjaraningrat dalam buku Pengantar Ilmu Antropologi (1990) juga menjelaskan bahwa filosofi ini adalah penerimaan seseorang secara bijak terhadap berbagai kejadian di masa lalu, sekarang, maupun nantinya. Dengan menanamkan pemahaman ini, ketika sedang dalam ketidakpastian, kamu tetap tenang berkehidupan. Kalau ada yang gak sesuai rencana, gak akan juga larut dalam rasa kecewa.
Falsafah Jawa ini membantumu dalam upaya mengelola emosi ketika ekspektasi tak terjadi. Menenangkan, bukan? Gak lagi bingung sampai frustasi. Semakin bijak dalam menyikapi apa pun yang terjadi.
2.Sikap-sikap yang diajarkan

Filosofi ini lebih dari mengajarkan menerima keadaan dengan lapang dada, tapi juga tentang caranya mengelola rasa terhadap segala suasana. Masyarakat Jawa menjadikan hal ini sebagai panduan bersikap agar gak bereaksi berlebihan sehingga mampu fokus menemukan solusi permasalahannya.
Maka, ada beberapa sikap yang diajarkan dari konsep “Nrimo Ing Pandum”. Pertama, sikap mengendalikan diri di mana seseorang tidak mudah tersulut emosi merespons kejadian yang kurang menyenangkan. Dengan ketenangan, tentu saja kamu jadi bisa berpikir jernih dan mendapatkan jalan terbaik.
Kedua, juga mengajarkan sikap bijaksana dalam beradaptasi. Ketika rencanamu gagal, bukan berarti berakhir di situ. Saat sudah menerima dengan ikhlas, mudah untuk kembali menemukan semangat berjuang. Maka, bukan langsung menyerah tapi memahami lagi apa yang perlu diperbaiki. Dengan begitu, kamu jadi punya kebijaksanaan diri plus kemampuan beradaptasi sambil mencari strategi baru yang lebih sesuai tujuanmu.
Ketiga, kamu punya sikap untuk menyayangi diri melalui introspeksi. Sikap nrimo (menerima) berkaitan dengan kegiatan berintrospeksi diri. Ketika mengalami kegagalan, kamu gak langsung kecewa hingga putus asa, namun berusaha mengambil pelajarannya. Dengan demikian, ke depannya pasti ada kemudahan meraih atau mewujudkan impianmu.
Keempat, optimis. Beberapa orang masih keliru menerapkan filosofi ini, menerima dianggap pasrah tanpa upaya apa-apa setelahnya. Padahal, “Nrimo Ing Pandum” justru mengajarkan sikap optimis, ikhlas dengan tetap diiringi usaha untuk ke depannya.
Kelima, mampu merespons keadaan tanpa terjebak penyesalan. Sikap positif berikutnya adalah bereaksi wajar dan bangkit lagi saat ada yang di luar kendali. Sedih secukupnya, begitu juga marah maupun kecewanya. Tanamkan sikap ini di zaman yang semakin dinamis supaya tetap hidupmu terasa harmonis.
3.Pembelajaran untuk berkehidupan
Sabar, bersedia menerima, dan tetap bersyukur, itulah pembelajaran dari filosofi ini. Ketiga hal ini jadikan fondasimu berkehidupan sehingga tetap seimbang dan menyenangkan. Berdamailah dengan kenyataan tanpa menyerah sebelum kembali berjuang saat dihadapkan kegagalan.
Dengan begitu, kamu bakal lebih mudah menyesuaikan diri dan menata lagi aspek apa saja yang perlu diperbaiki. Gak semua ekspektasi harus diwujudkan, apalagi kalau sudah tahu itu pun di luar kontrolmu. Jadilah pribadi yang mampu memahami batasan diri, terus tingkatkan kualitas dan isi hati dengan ketulusan serta keikhlasan. Impian bisa terwujud ketika semua hal sudah selaras, maka syukuri segala yang ada dengan tetap optimis ke depannya.
Menerapkan “Nrimo Ing Pandum” dalam sehari-hari bukan berarti pasrah begitu saja, perlu usaha setelah kamu berhasil menerima kenyataan yang ada. Kelola ekspektasi, hindari kecewa berlebih, dan fokus saja ke hal-hal yang memang bisa kamu kontrol. Dengan memegang falsafah Jawa ini, hidup terasa tenang, hati pun senantiasa riang, masa depanmu pasti gemilang.