Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Memelihara Perkutut di Rumah, Ini Makna dan Mitosnya

ilustrasi burung perkutut dalam sangkar (unsplash.com/Lighten Up)
Intinya sih...
  • Burung perkutut memiliki makna sosial dan keberuntungan bagi masyarakat Jawa.
  • Memelihara burung perkutut di rumah menunjukkan status sosial dan kepercayaan turun-temurun.
  • Perkutut dipercaya membawa keberuntungan, tetapi ada jenis yang membawa energi negatif.

Burung perkutut sudah lama jadi bagian budaya masyarakat Jawa. Gak sekadar hewan peliharaan karena memiliki makna yang berkaitan status sosial dan kepercayaan turun-temurun.

Ada simbol tertentu yang menunjukkan siapa orang tersebut saat ada burung perkutut di rumahnya. Ada juga yang meyakini bahwa memelihara dengan baik burung tersebut dapat membawa keberuntungan.

Apa makna di balik tindakan orang Jawa yang memelihara perkutut di rumahnya? Dan, seperti apa mitos-mitos yang berkembang di masyarakat? Yuk, disimak!

1.Seni hidup dalam hobi memelihara perkutut

ilustrasi burung perkutut (pexels.com/Odd Rune Falch)

Endraswara dalam bukunya Falsafah Hidup Jawa menjelaskan bahwa bagi orang Jawa, memelihara perkutut tak hanya hobi biasa, tapi bagian dari seni hidup. Burung ini dipercaya mampu memberi keberuntungan bagi pemiliknya. Namun, gak semua jenis perkutut dianggap berdampak baik, ada beberapa jenis yang membawa energi negatif.

Burung dipelihara dalam sangkar gantung yang dihias dan berwarna-warni. Biasanya diletakkan di teras atau membuat tiang khusus seperti halnya bendera. Sambil merawatnya, sambil mendengarkan kicauannya. Ini memberikan kenikmatan batin tersendiri hingga tak jarang banyak yang larut dalam pesona perkutut sampai lupa waktu pada tugas harian lainnya.

Tak juga hanya mendengarkan suaranya, pemilik pun senang mengajak burung bermain dengan cara bersiul atau gerakan jari yang disebut dengan metheti. Saat perkutut yang dipelihara merespons ketika diajak bermain, muncul rasa bahagia dan bangga dalam diri pemiliknya. Ini menciptakan kedekatan emosional antara manusia dengan burung. Semakin mempertegas bahwa memelihara perkutut di rumah juga menjadi seni hidup yang bernilai kearifan lokal.

2.Sebagai simbol status sosial pemiliknya

ilustrasi burung perkutut (pexels.com/Phil Mitchell)

Adanya perkutut di area rumah seseorang juga menjadi tanda status sosialnya. Keluarga yang memelihara perkutut dianggap sudah mencapai taraf hidup mapan. Ini berasal dari anggapan bahwa jika burung sebagai hiburan saja bisa dirawat baik, berarti kebutuhan dasar keluarganya sudah terpenuhi.

Burung menjadi kebutuhan sekunder, maka jika seseorang menyisihkan waktu dan biaya untuk memeliharanya, tandanya ekonomi keluarga sudah aman. Gak lagi repot memikirkan kebutuhan finansial, sehingga bisa menikmati keindahan hidup lainnya seperti dengan cara memelihara perkutut. Gak heran juga kalau pada masa lalu, hobi ini dikaitkan dengan kaum priyayi atau golongan bangsawan.

3.Pengaruh perkutut terhadap sikap dan batin pemiliknya

ilustrasi burung perkutut (pexels.com/Phil Mitchell)

Seseorang yang senang dan telaten memelihara burung perkutut, menurut Endraswara orang tersebut memiliki kepribadian bijak, luwes, dan terbuka. Hal ini berkaitan dengan karakter peliharaannya yang penuh pesona, riang, gembira dan senang bermain.

Maka, ini juga memberi dampak lain untuk pemiliknya. Kicauan yang merdu memberikan ketenangan batin, dan membangun atmosfer harmonis di lingkungan rumah. Keindahan bentuk dan warna bulunya juga memberikan perasaan nyaman, bahagia, dan puas.

Dengan adanya perkutut yang sehat dan bergembira sekaligus membantu pemiliknya menjaga keseimbangan emosinya. Perkutut yang dirawat baik penuh kasih sayang akan memberi kicauan yang menenteramkan.

4.Mitos burung perkutut

ilustrasi burung perkutut (pexels.com/Phil Mitchell)

Perkutut juga dianggap makhluk sakral yang penuh misteri. Kepercayaan ini dipengaruhi oleh legenda Joko Mangu, yang mengisahkan perkutut sebagai jelmaan Pangeran Pajajaran.

Konon, burung ini adalah peliharaan Prabu Brawijaya V yang lepas dari sangkarnya, namun akhirnya ditemukan kembali saat Raja melakukan perjalanan ke Jogja. Sejak itulah, burung perkutut jadi bagian tradisi kerajaan Mataram yang diteruskan oleh keturunan Prabu Brawijaya.

Dari kisah tersebut, masyarakat Jawa mulai memelihara burung perkutut, karena dipercaya punya nilai budaya yang luhur. Kepercayaan itu juga yang menurut orang Jawa, burung ini bisa membawa keberuntungan bagi pemiliknya.

Berbagai mitos tentang perkutut pun muncul. Beberapa jenis diyakini bisa mendatangkan keberkahan, ketenteraman, dan mempertahankan kejayaan. Ada juga yang dianggap kurang baik sehingga tak dianjurkan untuk dipelihara. Berdasarkan mitos-mitosnya, maka ketika akan memilih perkutut untuk dijadikan peliharaan perlu yang baik supaya pemiliknya terhindar dari kesialan.

5.Ciri-ciri perkutut yang memberi pengaruh baik dalam mitos yang berkembang

ilustrasi burung perkutut dalam sangkar (unsplash.com/Lighten Up)

Menurut mitosnya, gak semua jenis perkutut cocok dipelihara. Dikutip jurnal Burung yang Baik Dipelihara dan Tidak dalam Serat Ngalamating Kutut, berikut jenis-jenis perkutut yang dipercaya memberi keberuntungan bagi pemiliknya.

  • Sri Pangepel, berbulu putih, jari dan jempolnya berwarna putih keabuan cocok dipelihara petani. Mitosnya bisa membuat hidup pemiliknya semakin makmur.
  • Wisnu Citra, warna bulu, paruh, dan kakinya hitam keabuan. Konon, pemiliknya akan memperoleh banyak keberuntungan di segala aspek hidupnya.
  • Wisnu Mangenu, seluruh tubuhnya berwarna hitam keabuan. Perkutut ini juga dianggap memiliki keistimewaan karena membawa banyak kebaikan bagi yang merawatnya.
  • Kusumawicitra, bulunya berwarna semu putih, paruh dan kakinya panjang. Diyakini, sebagai pembawa rezeki yang berkelanjutan.
  • Pandhitamijil, memiliki ekor dengan jumlah bulu sebanyak lima belas. Bagi yang memelihara, maka dirinya akan dihormati orang sekitarnya.
  • Purnamasidi, di sela-sela matanya berwarna merah sehingga memancarkan sinar terang. Dipercaya bahwa siapa pun yang memelihara akan disegani orang lain.
  • Sinusuh Siti, burung ini bersarang di tanah dan diyakini memberi manfaat bagi kesehatan pemiliknya.
  • Marcujiwa, iris matanya berwarna kuning. Keistimewannya adalah mampu melancarkan aliran rezeki.
  • Mustikaning Paksi, bulu dan mata berwarna putih, paruhnya abu-abu. Ini adalah burung peliharaan Raja. Konon, bagi yang memelihara akan memiliki kewibawaan tinggi seperti seorang Raja.
  • Marcujia, matanya berwarna kuning dan paruhnya tajam, burung ini simbol kebaikan dan juga sebagai peliharaan Raja. Siapa saja yang memiliki dan merawatnya, maka berbagai kebaikan di dunia akan datang padanya.
  • Inep Gedhong, perkutut ini berkicau sore hari yang diyakini membawa rezeki dan keselamatan bagi pemiliknya. Suara merdunya sebagai tanda kebaikan-kebaikan yang akan datang.
  • Gedhong Mengo, burung yang berkicau pagi hari seiring terbitnya matahari. Diyakini masyarakat itu pertanda baik, memberi rezeki dan keselamatan.

Kepercayaan terhadap perkutut tak hanya sebatas mitos, tapi juga bagian dari hidup masyarakat Jawa yang senantiasa menjaga harmoni antara manusia dan alam. Tak sekadar nikmat mendengar merdu kicauannya, tapi juga akan mendatangkan keberuntungan sepanjang harinya.

Makna tentang memelihara perkutut beserta mitos-mitosnya mengandung nilai-nilai kehidupan. Seperti yang dijelaskan dalam Katurangganing Kutut, ada pitutur Jawa “aja mung ngoceh, nanging manggungo utowo yen ngomong kudu sing mentes”, yang artinya jangan hanya banyak bicara, pastikan juga setiap kata yang terucap itu bermakna dan bisa dipertanggungjawabkan.

Lebih dari burung peliharaan yang melambangkan status sosial, perkutut mengajarkan banyak hal tentang kebijaksanaan dalam berkomunikasi. Ketika bertemu dan ngobrol sama orang baru, jangan hanya melihat fisik, jabatan, maupun keturunannya, namun juga bagaimana caranya dia berbicara dan isi pembahasannya.

Memahami filosofi ini, mengajarkan setiap orang agar lebih berhati-hati dalam berbicara, mampu menghargai momen percakapan dengan siapa saja, dan cerdas membangun komunikasi sehingga minim salah paham, serta omongannya dapat dipercaya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Adelbertha Eva Y
EditorAdelbertha Eva Y
Follow Us