Benarkah Pakai Batik Kawung Bisa Kualat? Begini Ceritanya

- Batik Kawung adalah motif klasik yang melambangkan kebijaksanaan dan kekuasaan.
- Motif ini diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Kerajaan Mataram, menggambarkan kesuburan dan kemakmuran.
- Ada banyak variasi motif batik Kawung dengan makna filosofi yang dalam, seperti corak ceplok dan Kawung Geger.
Batik, kain bermotif indah yang sarat makna di balik cerita pembuatannya. Buku Tradisi-Tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa karya Bayuadhy menyebutkan bahwa di Jawa, termasuk Jogja ada berbagai upacara adat yang masih lestari dan batik menjadi bagiannya sebab punya makna tertentu.
Kisah menarik terdapat dalam salah satu motifnya yaitu Kawung. Pola klasik yang dikenal sebagai simbol kebijaksanaan dan kekuasaan. Tersimpan pula mitos bahwa gak semua orang bisa mengenakannya. Jika ada orang yang sembarangan memakainya, konon akan terkena sial karena kualat.
Mitos ini berakar dari tradisi Keraton, di mana motif Kawung hanya boleh dikenakan Raja dan bangsawan. Lantas, benarkah mitos tersebut? Seberapa besar kekuatan mistis batik Kawung? Yuk, simak mitos di balik batik Kawung berikut ini.
1.Sejarah dan makna simbolis batik kawung

Warisan budaya yang kaya makna ini diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Kerajaan Mataram. Dalam proses pembuatannya, beliau terinspirasi dari unsur-unsur alam yang diangkat jadi pola batik berfilosofi.
Pohon aren atau palem, jadi salah satu inspirasinya dengan bentuk buah lonjong dan warnanya putih jernih, sekarang dikenal sebagai kolang-kaling. Bentuk dasar motif Kawung menyerupai buah aren yang disusun rapi sehingga tercipta pola geometris yang khas.
Motif ini melambangkan kesuburan dan kemakmuran. Makna filosofi tersebut menggambarkan kehidupan masyarakat di desa, serta harapan agar segala sesuatunya dapat memberikan manfaat baik untuk banyak orang. Tak sekadar sejarah indah namun juga doa harapan akan hidup sejahtera.
2.Corak ceplok dalam batik kawung

Variasi motif batik Kawung salah satunya adalah corak ceplok. Corak ini mengalami modifikasi bentuk menjadi segiempat atau berbentuk bintang yang polanya tersusun rapi.
Corak ini erat kaitannya dengan kepercayaan Kejawen, konsep yang dianut adalah kekuasaan, baik yang ada di antara manusia, serta alam semesta. Dalam konteks batik ini melambangkan pusat kekuasaan, di mana Raja menjadi pemimpin tertinggi.
Tak hanya penguasa duniawi, Raja juga diyakini sebagai penjelmaan dewa, pelindung rakyat dan pemimpin yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, motif ini hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang berkedudukan tinggi.
3.Simbol sosok yang berpengaruh baik

Tak sekadar lambang kekuasaan dan kemakmuran, motif ini juga sebagai simbol karakter manusia yang baik, sehingga memiliki pengaruh kuat menyebarkan kebaikan ke sekitar. Pohon aren dianggap sebagai pohon yang punya banyak manfaat. Hampir seluruh bagiannya bisa diolah jadi bahan-bahan yang dibutuhkan manusia untuk menunjang kehidupan.
Seperti halnya pohon aren, motif Kawung mengandung pesan bahwa manusia juga harus berdaya guna, baik untuk diri sendiri, sesama, bangsa, dan negara. Berbagi kebaikan dalam segala hal seperti ilmu, tenaga, waktu, dan lainnya.
Batik Kawung mengingatkan setiap orang untuk hidup dengan penuh kebijaksanaan, serta meneladani sikap-sikap terpuji. Dengan begitu, dirinya mampu meningkatkan kualitas hidup pribadi, sekaligus berkontribusi membawa kesejahteraan untuk lingkungan sekitarnya.
4.Mitos batik Kawung, antara kekuasaan dan kekuatan magis

Ada banyak variasi motif dari batik Kawung antara lain Kawung Picis, Kawung Bribil, Kawung Sen, Kawung Beton, Kawung Prabu, Kawung Putri, Kawung Putro, Kawung Ndil, dan Kawung Geger. Dari berbagai jenis tersebut, Kawung Geger yang berbentuk besar-besar, di dalamnya terdapat pola Kawung yang semakin kecil ke arah dalam, punya keistimewaan sendiri.
Dalam jurnal Nilai Kearifan Lokal dalam Batik Tradisional Kawung dijelaskan bahwa motif ini dianggap sakral, dulunya hanya boleh dikenakan Raja-Raja, serta keluarga dekatnya. Ini ada kaitannya dengan peristiwa bersejarah Perjanjian Ponorogo 1813, yang membagi Kasultanan menjadi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.
Kepercayaan Jawa kuno menyakini kalau motif ini mengandung kekuatan magis yang besar. Maka, gak sembarang orang boleh memakainya. Konon, hanya orang-orang yang memiliki kekuatan besarlah yang diperkenankan. Tujuannya supaya ada keseimbangan energi magis dalam motif tersebut.
Motif Kawung juga masih terkait dengan tingkat kearifan tinggi. Sebab, ketika orang yang punya kekuatan besar, namun gak diimbangi dengan kebijaksanaan, maka bisa menimbulkan bencana bagi diri maupun rakyatnya.
Lebih dari pola hias dalam batik, mitos di balik motif Kawung juga menyampaikan pesan baik. Pesan-pesan agar manusia bersikap bijaksana, apalagi ketika dipercaya mengemban tugas sebagai pemimpin. Harus bisa mengayomi dan memberikan manfaat secara adil merata untuk semuanya.