4 Pahlawan Perempuan dari Yogyakarta, Perannya Tak Kalah Penting

Ada yang bertugas sebagai penyadap pesan rahasi Nippon!

Keberhasilan Indonesia untuk merdeka dari penjajahan bukan hanya karena peran satu atau dua orang saja. Ada banyak tenaga, pikiran, bahkan darah yang dikorbankan untuk bisa sampai ke titik ini. Selain itu, pahlawan yang turut berjuang tak hanya kaum pria, perempuan pun turut andil.

Peran pahlawan perempuan ini beragam, ada yang menggunakan kemampuan berpikir sampai turun langsung membawa senjata. Setidaknya ada empat pahlawan perempuan dari Yogyakarta yang perlu kamu tahu. Mari simak kisah dan latar belakang perjuangan perempuan-perempuan hebat tersebut di bawah ini!

1. Nyi Ageng Serang

4 Pahlawan Perempuan dari Yogyakarta, Perannya Tak Kalah PentingNyi Ageng Serang (commons.m.wikimedia.org)

Memiliki nama lengkap Raden Ageng Kustiah Retno Edi, Nyi Ageng Serang bukan perempuan biasa. Sosoknya memiliki rasa nasionalisme yang tinggi sehingga pada perang Diponegoro 1825-1830, Nyi Ageng Serang menjadi panglima perang saat berusia 73 tahun. 

Saat itu, beliau memimpin perang gerilya di desa Beku, Kabupaten Kulon Progo. Tak tanggung-tanggung, bahkan Pangeran Diponegoro pernah menjadikannya sebagai penasihat perang bersama dengan Pangeran Joyokusumo dan Pangeran Mangkubumi.

Baca Juga: Biografi Nyai Ahmad Dahlan, Pejuang Emansipasi dari Yogyakarta

2. Nyai Ahmad Dahlan

4 Pahlawan Perempuan dari Yogyakarta, Perannya Tak Kalah Pentingnyai ahmad dahlan (aisyiyah.or.id)

Nyai Ahmad Dahlan atau yang memiliki nama asli Siti Walidah adalah keturunan keluarga yang disegani di Yogyakarta. Ia adalah anak dari penghulu resmi keraton sekaligus pemuka agama, Kiai Haji Muhammad Fadhil. Ketika dewasa, ia lantas menikah dengan Kiai Haji Ahmad Dahlan yang tak lain adalah sepupunya sendiri. 

Perjuangan beliau memang tak melawan penjajah secara langsung, tapi lewat pendirian kelompok perempuan berbasis agama Islam. Diberi nama 'Aisyiyah, kelompok ini memiliki cara pandang yang revolusioner, menentang pernikahan paksa, dan pemaksaan terhadap buruh. Sampai detik ini, organisasi 'Aisyiyah masih tetap eksis di kalangan masyarakat, bersama-sama dengan Muhammadiyah. 

3. Oemiyah dan Ngaisyah

4 Pahlawan Perempuan dari Yogyakarta, Perannya Tak Kalah PentingMalioboro tempo dulu (Nationaal Archief/Collectie Spaarnestad/Associated Press/Fotograaf onbekend)

Nama Oemiyah dan Ngaisyah mungkin masih asing di telinga, tapi perannya dalam merebut kemerdekaan tak perlu diragukan. Keduanya adalah ahli stenografi yang bekerja di Jawatan Pos Telepon Telegraf (PTT), lembaga telekomunikasi resmi semasa pendudukan Jepang. 

Bekerja di PTT adalah bagian dari penyamaran mereka. Dilansir dari laman Historia.id, keduanya berperan bagi kemerdekaan Indonesia dengan cara menyadap pesan-pesan Jepang yang menggunakan kode rahasia. Pesan-pesan ini kemudian disampaikan pada kelompok perlawanan bawah tanah Pemuda Pathuk (PP) sebagai taktik melawan Nippon. Mereka bahkan jarang pulang ke rumah demi bisa menyadap pesan tentara penjajah tersebut. 

Puncaknya, Ngaisyah dan Oemiyah menurunkan bendera Jepang dan menggantinya dengan bendera Indonesia di atap Gedung Agung Yogyakarta pada September 1945. Pada saat itu, suasana cukup genting karena ada demonstrasi besar menuntut penurunan bendera Jepang. Aksi ini berjalan lancar berkat kedua srikandi tersebut walau banyak serdadu Jepang menunggu di luar.

Selain keempat nama pahlawan perempuan di atas, masih ada banyak lagi yang mungkin namanya tak terdaftar dalam buku sejarah mana pun. Mereka adalah para perawat, pedagang di Pasar Beringharjo, dan ibu rumah tangga yang memberanikan diri ambil peran ganda sebagai kurir atau penyampai pesan dari satu orang ke orang lainnya.  Mungkin, jika tak ada perempuan-perempuan pemberani seperti Nyi Ageng Serang hingga Ngaisyah, perjalanan para pasukan Indonesia melawan penjajah bisa lebih berat lagi. 

Baca Juga: 17 Pahlawan Nasional asal Jogja dan Peranannya Masing-masing

Dyar Ayu Photo Community Writer Dyar Ayu

Jalan-jalan mencari penyu Alabiyu~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya